Disadari
atau tidak, sebuah peternakan ayam juga merupakan sebuah perusahaan.
Terlepas dari besar kecilnya populasi ayam yang dipelihara, peternakan
pun harus memiliki manajemen yang baik layaknya perusahaan.
Kata
manajemen sering didengar saat berbicara mengenai peternakan misalnya
manajemen pemeliharaan, manajemen pengobatan dan juga manajemen pakan.
Pemakaian kata tersebut dikarenakan manajemen merupakan kata yang tepat
untuk menggambarkan sistem pengelolaan peternakan. Dengan manajemen yang
baik, peternakan juga akan berjalan dengan baik.
Lingkup kecil seperti kandang broiler di atas pun membutuhkan manajemen yang baik
agar keuntungan maksimal (Sumber : huha.alteredego.co.nz)
Optimal
menjalankan fungsi-fungsi yang termasuk dalam manajemen adalah hal yang
harus dilakukan. Salah satu fungsi dalam manajemen ialah fungsi
evaluasi.
Evaluasi
didefinisikan sebagai proses pengawasan dan pengendalian performa
perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan telah sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan (id.wikipedia.org). Bagi peternak,
evaluasi sangat membantu dalam menemukan masalah yang ada yang
selanjutnya memperbaiki hal tersebut agar peternakan bisa berjalan lebih
optimal dibanding sebelumnya.
Indeks Performan (IP) sebagai Parameter Utama
Info Medion kali ini akan mengangkat peternakan broiler sebagai fokus. Hal ini dikarenakan peternakan broiler
memiliki waktu pemeliharaan singkat, cepatnya perputaran uang dan
banyak dimiliki oleh peternak baik dengan sistem kemitraan maupun
mandiri.
Evaluasi
pada peternakan juga membutuhkan sejumlah perangkat pengukuran yang
dinamakan parameter. Sebagai bahan perbandingan, parameter tersebut
dibandingkan dengan standar dari breeder.
Khusus peternakan broiler
ada satu parameter utama yang sering dipergunakan untuk mengukur
keberhasilan peternakan yaitu indeks performan (IP). Nilai IP digunakan
untuk menentukan nilai insentif/ bonus bagi peternak (bagi kemitraan)
maupun pekerja kandang. Berikut rumus indeks performan (IP) tersebut.
IP = (100 - D) x BB x 100
FCR x (A/U)
Keterangan :
IP : Indeks performan
D : persentase deplesi (%)
BB : bobot badan rata-rata saat panen (kg)
FCR : feed conversion ratio
A/U : umur rata-rata panen (hari)
Standar IP yang baik ialah di atas 300. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai IP maka semakin berhasil suatu peternakan broiler tersebut. Menilik rumus IP di atas, untuk menghitung IP dibutuhkan empat parameter lain yaitu:
1. Bobot badan (BB) rata-rata
Rumus ini digunakan untuk mengukur berat badan baik saat kontrol berat badan maupun saat panen. Berikut rumus tersebut :
BB = Bobot timbang (kg)
Jumlah ayam (ekor)
Bandingkan hasil perhitungan di atas dengan data dari breeder.
Idealnya, bobot badan rata-rata kandang lebih besar atau sama dengan
standar. Jika bobot badan rata-rata lebih kecil dari standar lakukan
beberapa perbaikan misalnya dalam tata laksana pemberian pakan dan
pengaturan kepadatan kandang.
Penimbangan
berat badan dapat dilakukan secara rutin tiap minggu dan saat panen.
Penimbangan rutin tiap minggu dinamakan pula kontrol berat badan. Teknik
kontrol badan tersebut ialah mengambil sampel 50–100 ekor tiap kandang
secara merata di setiap bagian kandang. Kontrol berat badan merupakan
metode penimbangan individu yang berarti seekor ayam ditimbang untuk
berat badannya. Sebaiknya gunakan timbangan yang memiliki sensitivitas
lebih tinggi agar berat badan ayam perindividu dapat lebih teliti
diamati. Kegiatan ini dilakukan pada waktu yang sama tiap minggunya
misalnya Senin pagi ketika kondisi tembolok kosong.
Penimbangan
saat panen menggunakan metode penimbangan massal karena jumlah populasi
yang harus ditimbang banyak. Faktor efisiensi waktu dan tingkat stres
ayam menjadi hal yang penting. Secara teknis, penimbangan ayam bisa
berbeda misalnya ayam ditimbang sekaligus keranjangnya atau ada juga
yang mengikat ayamnya dahulu baru digantung. Ada dua model timbangan
yang dapat digunakan sesuai kebutuhan yaitu :
a) Timbangan gantung
Model
timbangan ini paling sering digunakan untuk menimbang ayam karena
memiliki beberapa kelebihan antara lain lebih praktis, ringan dan mudah
dibawa. Lebih praktis karena bisa digunakan untuk menimbang berat badan
ayam langsung maupun menggunakan keranjang. Hanya saja, saat menimbang
ayam harus diikat kakinya terlebih dahulu agar memudahkan penggantungan
ayam.
Contoh timbangan gantung
(Sumber : Dok. Medion)
b) Timbangan duduk
Timbangan
duduk cocok untuk mengurangi kematian dan meminimalisir resiko afkir
saat penimbangan akibat patah sayap atau kaki. Metodenya ialah timbang
keranjang dahulu untuk menentukan berat keranjang, baru kemudian
keranjang diisi dengan ayam.
Saat
panen, keranjang ayam diisi maksimal 15 ekor (atau tergantung besar
ayam dan kapasitas keranjang ayam). Tujuannya ialah menghindari kematian
akibat ayam berdesakan dalam keranjang.
2. Rasio konsumsi pakan terhadap peningkatan berat badan atau Feed Conversion Ratio (FCR)
Rumus menghitung FCR ialah :
FCR = Jumlah pakan yang dikonsumsi (kg)
Berat badan yang dihasilkan (kg)
Dengan
kata lain, FCR didefinisikan berapa jumlah kilogram pakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram berat badan. Idealnya satu
kilogram pakan dapat menghasilkan berat badan 1 kg atau bahkan lebih
(FCR ≤ 1). Sayangnya, kondisi tersebut tidak selalu terjadi. Pada broiler
biasanya target FCR = 1 maksimal dapat dicapai sebelum ayam berumur 2
minggu (FCR dua minggu ± 1,047-1,071. Setelahnya, FCR akan meningkat
sesuai umur ayam.
Breeder biasanya
sudah menyertakan standar FCR tiap minggu dalam buku panduannya agar
peternak bisa terus memantau FCR ayamnya tiap minggu. Nilai FCR yang
sama atau lebih kecil dibandingkan standar, menandakan terjadinya
efisiensi pakan yang didukung dengan tata laksana pemeliharaan yang
baik. Namun jika nilai FCR lebih besar dibandingkan standar maka
mengindikasikan terjadi pemborosan pakan sebagai akibat tidak
maksimalnya manfaat pakan terhadap pertambahan bobot badan ayam. Salah
satu faktor yang berperan penting menyebabkan hal ini ialah stres. Stres
direspon oleh tubuh dengan memobilisasi glukosa untuk diubah menjadi
energi dan digunakan untuk menekan stres itu sendiri. Akibatnya, hanya
sedikit energi yang diarahkan ke pertambahan bobot badan.
3. Rata-rata umur ayam saat panen (A/U)
Parameter
ini menghitung rata-rata umur ayam yang dipanen. Pemanenan yang
termasuk ke dalam parameter ini ialah pemanenan ayam sehat pada bobot
badan tertentu. Jadi, ayam afkir tidak masuk ke dalam perhitungan ini.
Misalnya ada permintaan 600 ekor ayam broiler berat 1 kg kepada peternak broiler
yang memiliki populasi 3.000 ekor. Sehingga peternak memutuskan memanen
600 ekor ayam yang sudah mencapai berat 1 kg sedang yang lainnya (2400
ekor,red) tidak. Rumus menghitung A/U ialah :
A/U = ∑(U x P)
total populasi terpanen
Keterangan :
U : umur ayam dipelihara
P : populasi ayam yang dipanen
4. Tingkat deplesi populasi
Deplesi populasi atau penyusutan jumlah ayam bisa berasal dari dua hal yaitu kematian dan afkir ayam (culling ayam). Rumus menghitung tingkat deplesi (D) ialah sebagai berikut :
D = Jumlah ayam mati + afkir x 100%
Populasi awal
atau bisa juga,
D = Populasi awal - jumlah ayam panen x 100%
Populasi awal
Kematian
ayam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari baik karena sakit
atau faktor-faktor lain. Biasanya peternakan menetapkan batas maksimal
kematian yang dapat ditoleransi yaitu +5% semakin banyak ayam yang mati maka semakin besar kerugian peternak.
Keputusan pengafkiran ayam broiler biasanya karena sakit dan cacat yang ditinjau berdasarkan pertimbangan resiko dan ekonomis di bawah ini.
a) Pertimbangan resiko
Beberapa
hal yang dapat dijadikan pertimbangan resiko ialah potensi kesembuhan
ayam, seberapa parah penyakit ayam, seberapa besar resiko yang dihadapi
(kematian dan hambatan pertumbuhan,red) bila ayam lain tertular penyakit tersebut dan resiko kematian.
Ayam
yang masih mau makan dan minum serta mau bergerak tentu kemungkinan
sembuhnya lebih besar dibandingkan yang sudah tidak mau makan dan minum.
Hal serupa juga terjadi jika ayam terkena penyakit yang sulit
disembuhkan seperti ND terutama tipe saraf dan AI. Meskipun sembuh, ayam
yang sudah terinfeksi penyakit tersebut sulit kembali mencapai
produktivitas optimal. Belum lagi, resiko penularan penyakit dan
kematian ayam tersebut jika tidak segera diafkir.
b) Pertimbangan ekonomis
Pendeknya umur pemeliharaan broiler
adalah alasan utama mengapa pertimbangan ekonomis sangat penting. Salah
satu konsekuensi hal tersebut ialah kecenderungan keputusan afkir untuk
ayam yang sakit saat mendekati panen dibandingkan melakukan pengobatan.
Pertimbangan ekonomis utama ialah terkait dengan berkurangnya
keuntungan akibat pengeluaran biaya pengobatan dan pakan selama ayam
sakit. Contoh kasus ialah ayam broiler sakit colibacillosis umur 33 hari (panen +35
hari). Dianjurkan ayam tersebut dipanen daripada diobati. Alasannya
ialah berat badan ayam sudah hampir mencapai berat penjualan. Dengan
penambahan waktu pemeliharaan untuk pengobatan, terjadi penambahan biaya
untuk pengobatan dan pakan. Hal di atas belum termasuk resiko penurunan
berat badan dan juga kematian ayam.
Pengafkiran ayam perlu juga memperhatikan kondisi ayam yaitu apakah bisa menggapai tempat pakan atau tidak (Sumber : huha.alteredego.co.nz)
Contoh Perhitungan
Sebuah peternakan ayam broiler komersial dengan hasil recording sebagai berikut:
Populasi awal : 5.000 ekor
Populasi akhir : 4.850 ekor
Umur panen : 28 hari
Berat panen total : 6.776,4 kg
Jumlah pakan total : 9.400 kg
Berat DOC : 40 g/ ekor
Ayam mati : 65 ekor
Ayam afkir : 85 ekor
Waktu panen
21 hari --> 520 ekor = 0,82 kg
28 hari --> 3.850 ekor = 1,4 kg
35 hari --> 480 ekor = 2 kg
maka perhitungannya ialah,
D = (65 + 85) ekor x 100%
5000 ekor
D = 3 %
(persentase deplesi maksimal = +5%)
Rata-rata BB ayam saat panen
= (480 x 2) + (520 x 0,82) + (3.850 x 1,4) kg
3.850 + 480 + 520 ekor
= 960 + 426,4 + 5.390 kg
4.850 ekor
= 6.776,4 kg
4.850 ekor
= 1,4 kg/ ekor ayam
FCR = 9.400 kg
6776,4 kg – (0.04 kg x 5000)
= 1,43
A/U = (21x520)+(28x3850)+(35x480)
(4850) ekor
= 27,94 hari
(waktu panen ayam di perhitungan ini ialah 28 hari)
IP = (100% - 3%) x 1,4 kg x 100
1,43 x 27,94 hari
= 339,89 (standar IP: ≥ 300)
Berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa peternakan
tersebut telah berjalan dengan optimal. Kesimpulan tersebut diangkat
berdasarkan beberapa hal di bawah ini:
Persen deplesi ayam di peternakan (3%) lebih rendah dibanding target maksimal deplesi yaitu +5%.
Hal ini disebabkan baiknya tata laksana pemeliharaan, pengobatan,
vaksinasi dan juga pakan yang berujung pada rendahnya persentase
deplesi.
Nilai
A/U (27,94 hari) yang berselisih 0,06 hari dengan umur panen
ter-banyak di umur 28 hari dikarenakan penjualan ayam sesuai BB
berdasarkan permintaan pasar yaitu pada BB 0,82 kg (520 ekor), 1,4 kg
(3.850 ekor) dan 2 kg (480 ekor). Peternak memutuskan untuk menyisakan
sebagian ayam untuk dipanen dengan BB 2 kg. Seperti diketahui,
masing-masing BB ayam memiliki pangsa pasar tersendiri. Misalnya, ayam
BB 0,8-0,9 kg disukai rumah makan dan pasar tradisional sedangkan BB di
atas 1,5 kg disukai industri mie instan dan kaldu ayam (www.ppti.usm.my).
Rata-rata
BB ayam saat tiga kali panen ialah 1,4 kg. BB panen umur 21 hari
(0,82 kg), 28 hari (1,4 kg) dan 35 hari (2 kg) sedangkan standar BB
breeder untuk 21 hari ialah 0,801–0,885 kg, 28 hari (1,316–1,478 kg)
dan 35 hari (1,879–2,155 kg). Menilik perbandingan di atas, ayam sudah
memenuhi standar sejak umur panen 21 hari. Terpenuhinya standar ini
sejak panen pertama (21 hari,red) memang patut diusahakan bahkan sejak masa brooding.
Lakukan kontrol BB rutin agar ayam yang BB tidak sesuai standar dapat
segera dipisahkan dan diberi perlakuan khusus yaitu penambahan jumlah
pakan 10% (maksimal +15 g) dan vitamin. Anda bisa mengkombinasikan pemberian vitamin sesuai umur pemeliharaan misalnya Vita Chicks dan Strong n Fit untuk umur 0-1 minggu, Broiler Vita untuk umur 1-3 minggu serta Neobro untuk di atas 3 minggu hingga panen.
Pencapaian
IP peternakan tersebut (339,89) sudah sangat baik karena melebihi
standar yaitu ≥300. Tingginya IP tersebut menandakan suatu peternakan
telah menerapkan sistem manajemen yang cukup efisien dan efektif.
Perhitungan Break Even Point (BEP)
Nilai
kualitas performan ayam ditunjukkan dari nilai IP sedangkan untuk nilai
rupiah tercermin dari nilai BEP harga. BEP harga digunakan untuk
menentukan tingkat harga jual agar mencapai titik impas (tidak untung
tidak rugi). Metode ini paling sering digunakan oleh peternak. Seperti
diketahui, bahwa harga ayam broiler mengikuti harga pasar
sehingga peternak sulit mengatur harga sendiri. Dengan metode BEP harga
tersebut, ketika harga jual ayam sudah melewati nilai BEP harga peternak
bisa menjualnya. Metode penghitungan BEP ialah sebagai berikut.
BEP = (FCRxBBxP)+DOC+BOP+BVK
BB
Keterangan :
BB : berat badan rata-rata ayam
P : harga pakan per kg
DOC : harga DOC
BOP : biaya operasional
BV : biaya pengobatan (vaksin, antibotik, vitamin, desinfektan dsb)
Berikut
contoh perhitungan BEP yang mengambil data dari soal sebelumnya untuk
3850 ekor ayam yang dipanen pada umur 28 hari dengan tambahan data
berikut:
Jumlah ayam* : 4.000 ekor
Total konsumsi pakan* : 7.399,46 kg
Harga DOC : Rp. 3.000,-/ ekor
Harga pakan : Rp. 5.350,-/ kg
Biaya operasional pemeliharaan : Rp. 1.600/ ekor
Biaya pengobatan : Rp. 300/ ekor
Ket. * termasuk ayam mati dan afkir tapi tanpa ayam yang dipanen tidak pada umur 28 hari
FCR = 7330,4 kg
5390 kg – (0,04 kg x 4000)
= 1,41
(standar FCR umur 28 hari = 1,417 – 1,475)
BEP = ( 1,4 x 1,4 x 5350) + 3000 + 1600 + 300
1,4
= Rp. 11.043,5/ ekor
Seusai harga jual ayam di peternak per 11 Januari 2010 untuk wilayah Bandung (+ Rp. 10.400,-/kg untuk ayam ukuran <1,5 kg) maka :
HP = HK x BB
= Rp. 10.400 x 1,4 kg
= Rp. 14.560,- / ekor
Keterangan
HP : harga jual ayam di peternak per ekor
HK : harga jual ayam di peternak per kg
BB : berat badan rata-rata ayam
Jika
nilai BEP lebih rendah dari harga jual ayam, maka peternak untung.
Namun jika sebaliknya, peternak rugi. Jadi laba atau rugi dihitung
berdasarkan selisih harga penjualan ayam dikurangi BEP.
Laba = HP – BEP
= 14.560 – 11.043,5
= Rp. 3.516,5/ ekor ayam
Berdasarkan perhitungan di atas, untuk setiap ekor ayam yang dipanen peternak mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3.516,5.
Sistem Pencatatan
Sistem
pencatatan yang baik akan memberikan gambaran kondisi peternakan yang
riil. Sebaiknya sistem tersebut melibatkan peran seluruh pegawai dalam
peternakan tersebut.
Komponen utama sistem pencatatan ialah tabel pencatatan (recording)
yang berisi kesemua parameter di atas. Secara teknis, membuat suatu
tabel pencatatan tidaklah sulit. Pertama-tama buat format tabel recording data harian kandang broiler untuk masing-masing kandang, seperti yang terlihat pada gambar contoh recording
data harian kandang di bawah ini. Lalu komunikasikan dengan segenap
karyawan di kandang Anda agar selalu mengisi data tersebut.
Contoh recording data harian kandang untuk broiler
(Sumber : Dok. Medion)
Pengisian
data tersebut bisa dilakukan saat pegawai kandang memberi makan ayam di
pagi atau sore hari. Selanjutnya data harian kandang tersebut dicatat
ulang oleh manajer kandang dalam buku catatan harian kandang.
Tahap
selanjutnya ialah mengolah data kandang tersebut menjadi diagram garis
atau batang. Hal ini akan memudahkan penerjemahan data tersebut. Akan
lebih baik jika hasil rekapitulasi data tersebut dibandingkan dengan
data standar dari breeder.
Sesuai
fungsi evaluasi dalam manajemen, parameter-parameter di atas pun
ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan untuk memastikan jalannya
peternakan telah berjalan sesuai perencanaan awal. Semoga Anda bisa
mengoptimalkannya untuk keberhasilan peternakan broiler Anda. Semoga berhasil.
Contoh alur sistem pencatatan di suatu peternakan broiler
(Sumber : Dok Medion)
Info Medion Edisi Februari 2010
Sumber : http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-laksana/berhasil-atau-atau-tidakkah-pemeliharaan-broiler-and