Minggu, 26 Juni 2016

BIOSEKURITI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN CRD

Perubahan cuaca yang tidak menentu seringkali dijadikan sebagai indikator awal akan munculnya berbagai jenis penyakit. Betapa tidak, cuaca yang awalnya panas dalam hitungan menit bisa berubah mendung dan berakhir dengan turunnya hujan. Sejalan dengan itu, suhu yang terlalu panas akan menimbulkan kelembaban yang rendah dan sebaliknya. Hal ini akan berefek pada memburuknya kondisi lingkungan. Sejatinya, lingkungan merupakan interaksi hidup dari semua makhluk hidup, mulai dari makroorganisme maupun mikroorganisme.
Pertumbuhan populasi unggas di Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat walaupun banyak kendala yang dihadapi.  Salah satu kendala yang sering menghambat perkembangan populasi adalah berjangkitnya berbagai penyakit salah satunya CRD. Chronic respiratory disease (CRD) pada ayam merupakan penyakit endemik patogen yang sangat merugikan industri perunggasan tidak saja di ,  tetapi juga di banyak negara. Menurut OIE (2007), CRD masuk dalam notifiable diseases, artinya jika terjadi kasus CRD di lapang harus segera dilaporkan ke pemerintah untuk segera ditanggulangi.
Kejadian CRD di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Richey dan Dirdjosoebroto tahun 1965. Belum banyak peternak yang menyadari bahwa CRD selain merugikan secara ekonomi dari hulu ke hilir, CRD juga menyebabkan tekanan terhadap kekebalan tubuh (immunosuppressive). Hal ini mengakibatkan tubuh gagal memperoleh imunitas yang diperoleh dari vaksinasi. Selain itu, ayam yang terinfeksi menjadi karier sehingga wilayah dimana peternakan itu berada menjadi daerah endemik.
Penyakit CRD sering kali diabaikan peternak, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum ini merupakan penyakit menular menahun yang sebenarnya harus diwaspadai. Kejadian CRD di lapangan sering dijumpai, baik pada ayam pedaging ataupun pada ayam petelur. Penyakit ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus karena penyakit ini tetap dapat merugikan secara ekonomis. Kerugian secara ekonomis berupa memburuknya nilai konversi ransum akibat menurunnya konsumsi ransum, sehingga pencapaian berat badan saat panen akan optimal.
CRD disebut juga dengan penyakit ngorok pada ayam. Penyakit ini ditandai dengan adanya eksudat kataral yang keluar dari lubang hidung, kebengkakan pada muka, batuk dan terdengarnya suara sewaktu ayam bernafas (ngorok). Selanjutnya, pada kondisi tertentu kemungkinan besar penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan akut terutama pada ayam muda/pullet, sedangkan pada bentuk kronis efek nyata yang dapat diamati adalah terjadinya penurunan kualitas produksi telur. Menariknya, meskipun angka kesakitan/morbiditas penyakit bakterial ini sangat tinggi, namun angka kematian/mortalitasnya cukup rendah jika dibandingkan dengan penyakit bakterial lainnya.
Semua penyakit yang menyerang unggas umumnya akan melemahkan sistem pertahanan tubuh. Unggas yang terpapar bibit penyakit CRD, secara alami jelas telah melakukan pengurasan terhadap sediaan produk pertahanan tubuh atau imunitas, lalu jika tidak ditangani cepat, kondisi tubuh yang lemah tersebut, jelas akan memudahkan terpaparnya ayam dengan berbagai mikroorganisme penyebab penyakit lainnya, apakah itu virus ND, IB atau virus dan bakteri patogen lainnya.
Penyakit CRD dimaknai sebagai penyakit yang kemunculannya terus berulang di lokasi peternakan/farm, baik di ayam pedaging maupun di ayam petelur. Menghilangkan  penyakit CRD dari satu farm bukanlah suatu usaha yang mudah dilakukan peternak, hal ini mengingat bahwa penyakit tersebut dapat ditularkan secara vertikal dari induk ke anak melalui telur yang terinfeksi Mycoplasma gallisepticum.
Kejadian berulang pada CRD dapat saja berawal dari sistem pengelolaan usaha peternakan yang kurang tepat. Misalnya peternak yang mendapatkan DOC dengan kualitas yang buruk, namun tetap dipelihara dan hasilnya tetap buruk. DOC dengan berat badan di bawah standar (< 40 gram) lebih rentan terserang penyakit pernapasan. Munculnya penyakit pernafasan tersebut dipicu oleh pemaksaan kerja paru-paru dalam menyuplai oksigen untuk proses metabolisme tubuh. Pemaksaan kerja keras pada paru-paru juga akan merusak organ pernapasan lainnya, seperti hidung (sinus hidung), trakhea dan kantung udara. Akibatnya kondisi tubuh akan melemah. Disamping itu, DOC yang berukuran tubuh lebih kecil tetap lebih mudah terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum.
Kasus CRD dapat muncul di setiap periode pemeliharaan. Namun sejauh ini upaya peternak dalam menerapkan prinsip beternak aman dengan CRD, maka kasus tersebut dapat diminimalisir kemunculannya, seperti memperhatikan semua hal terkait dengan manajemen pemeliharaan, mulai dari pemilihan DOC yang berkualitas sampai pada proses pemanenan. Hal lain yang dapat diterapkan disamping terkait dengan kualitas DOC adalah perbaiki sistem pemanas/brooding karena bagaimanapun, indikator keberhasilan dimulai dari fase tersebut. Lalu, menekan lajunya kadar amoniak yang ada di dalam kandang, dengan jalan memperbaiki sistem buka tutup tirai kandang yang digunakan, termasuk mengurangi tumpukan feses di bawah lantai kandang (jika kandang panggung). Dalam bukunya, Prof. Charles Rangga Tabu (penyakit Ayam dan Penanggulangannya, Jilid I), menyatakan bahwa penumpukan feses dapat memperburuk kondisi udara di dalam kandang akibat terjadinya peningkatan kadar amoniak. Batas kadar amoniak yang aman sekitar 15-20 ppm. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Gambaran Dampak Kadar Amoniak pada Ayam

Kadar Amonia
(ppm)
Reaksi pada Ayam
15-20
Aman
25-30
Iritasi pada mata dan saluran pernafasan
> 30
Sakit dan gangguan produksi telur
40
Penurunan nafsu makan
50
Pertumbuhan turun sampai 7 %
50-100
Pertumbuhan turun sampai 15 %
           Sumber : Infovet, Mei 2012

Pencegahan CRD pada ayam dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan vaksinasi, kemoterapi termasuk melakukan penjadwalan dalam cleaning program. Cleaning program dapat dilakukan 3 hari sebelum dilakukan jadwal vaksinasi. Cleaning program dapat menggunakanENROTEN® dengan kandungan antibiotik Enrofloxacin dengan dosis 1 gram dalam 2 Liter air minum. Sedangkan untuk pengobatan terhadap kasus CRD dapat diberikan INTERSPECTIN-L®, dengan kandungan antibiotic Spectinomycin dan Lincomycin. Spectinomycin adalah antibiotic golongan aminoglikosida yang diproduksi oleh bakteri Streptomyces spectabilis dengan aktifitas yang tinggi terhadap Mycoplasma. Untuk kemoterapi biasanya hanya diberikan pada umur muda dengan dosis yang rendah. Selain Spectinomycin, TIAMULIN® merupakan obat yang efektif untuk pengobatan infeksi Mycoplasma dan infeksi sekunder sepertiPasteurella multocida dan Haemophilus paragallinarum.
Hal yang tidak kalah penting dalam meminimalisir kasus CRD dilapangan adalah menerapkan aspek biosekuriti secara menyeluruh di lokasi peternakan. Biosekuriti berasal dari kata bio artinya hidup dan securityartinya perlindungan atau pengamanan. Jadi biosecurity adalah sejenis program yang dirancang untuk melindungi kehidupan. Dalam arti sederhana untuk peternakan ayam adalah membuat kuman atau agen penyakit jauh dari tubuh ayam dan menjaga ayam jauh dari kuman.
 Menurut Hadi dalam Winkel (1997) biosekuritas merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi unggas secara keseluruhan, dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan (animal welfare). Pada awalnya konsep biosekuritas diterapkan untuk menghasilkan unggas yang bebas penyakit tertentu (spesific pathogen free) untuk keperluan penelitian secara eksperimental. Tetapi saat ini telah diterapkan pada berbagai jenis peternakan sebagi upaya praktis untuk mencegah masuknya organisme penyebab penyakit patogen dari luar ke dalam peternakan. Bahkan diterapkan juga di negara-negara berdaulat sebagai upaya untuk melindungi industri peternakannya dari berbagai penyakit berbahaya yang tidak ditemukan di wilayahnya (penyakit eksotik).
Biosekuriti secara umum meliputi kontrol lalu lintas, vaksinasi, pencatatan riwayat flok, desinfeksi kandang, kontrol terhadap pakan, air dan limbah. Biosekuritas ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung, atau mengizinkan masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka didesinfeksi, mandi, disemprot, lalu memakai sepatu khusus, baju penutup, dan topi khusus yang telah didesinfeksi.  Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya. Kucing dan anjing seringkali dianggap sebagai pembawa penyakit yang potensial, tetapi bukti-bukti kurang mendukung, dan manfaatnya dalam mengendalikan tikus cukup nyata dibandingkan kerugian yang ditimbulkannya.
Aspek lain dari biosekuritas adalah mencegah penyakit melalui vaksinasi. Antibiotika digunakan untuk memberantas infeksi bakteri. Karena tidak ada obat yang dapat melawan infeksi virus, maka vaksinasi sebelum infeksi terjadi di dalam flok ayam menjadi pilihan utama untuk melindungi ayam.
Catatan riwayat dalam flok adalah cara yang mudah untuk menjaga kesehatan ayam dalam flok. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya ke laboratorium, dengan mengecek titer darahnya terhadap penyakit tertentu, monitoring bakteriologis dan sampling virus. Laporan hasil pemeriksaan laboratorium harus disimpan bersamaan dengan data performans setiap flok atau kandang. Laporan ini sangat bermanfaat begitu masalah muncul dalam kandang.
Tindakan biosekuriti yang umum dilakukan selanjutnya adalah desinfeksi kandang ayam. Segera setelah flok ayam diafkir dan litter diangkat keluar kandang, tindakan berikutnya adalah pembersihan dan desinfeksi terhadap seluruh kandang dan lingkungannya untuk desinfeksi ini dapat menggunakan SPECTARAL-25® dengan dosis10 ml  SPECTARAL-25® per 4 liter airGumpalan liter harus diangkat dan sisa-sisa yang menempel harus disikat dan disemprot air yang dicampur dengan desinfektan. Peralatan seperti penggaruk, sekop, truk pengangkut, wadah-wadah pengangkut kotoran (manure), dan lain-lain semuanya harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah dipakai.
Kontrol biosekuriti juga diberlakukan pada pakan dan air minum, biosekuriti terhadap pakan harus dilakukan terutama ditingkat pabrik pengolahan. Hal ini harus secara ketat dilakukan mengingat banyaknya agen penyakit dan toksin yang dapat mencemari makanan. Sedangkan air merupakan sumber penularan penyakit yang utama selain melaui pakan dan udara. Berbagai penyakit yang ditularkan melaluiair antara lain Salmonellosis, Kolibasilosis, Aspergillosis dan Egg Drop Syndrome. Umunya sanitasi dilakukan dengan cara klorinasi (dapat menggunakan preparat KLORIN-GARD®) dengan dosis 1 tablet KLORIN-GARD® per 500 - 1.500 liter air.
Sumber : http://temanc.com/detail_artikel.php?kode_obat=48