Senin, 03 Oktober 2011
Feeder Chick
Rabu, 06 Juli 2011
ZEOLIT SEBAGAI ALTERNATIF PENURUN EMISI GAS NH3 PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DALAM UPAYA MITIGASI PEMANASAN GLOBAL
22.48
No comments
Peternakan yang merupakan sub sektor pertanian dianggap sebagai salah satu faktor penyumbang emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar yang diperkirakan mampu menyumbang sebesar 18% emisi gas penyebab pemanasan global. Salah satu usaha peternakan yang berkembang pesat dan memiliki permintaan pasar yang tinggi adalah budidaya ayam broiler. Namun demikian, meningkatnya populasi ayam broiler juga akan memberikan pengaruh negatif bagi
ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas beracun dan partikel lain yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler. Salah satu emisi gas beracun yang menimbulkan kerugian besar bagi peternakan ayam broiler adalah ammonia (NH3). Emisi gas ini dapat berdampak buruk terhadap peningkatan efek rumah kaca dan masalah lingkungan berupa bau tidak sedap. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan solusi alternatif penurunan kadar NH3 sehingga akan berpengaruh secara langsung pada penurunan jumlah emisi gas peternakan yang menjadi faktor penyebab terjadinya pemanasan global.
Populasi ayam broiler pada tahun 2009 mencapai 930.317.847 ekor (Badan Pusat Statistik, 2009) yang asumsikan menghasilkan ekskreta 141,2 ton dan emisi NH3 97.962.469 ppm. Apabila diperkirakan pada tahun 2013 populasi
ayam broiler dapat meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi daging ayam broiler sebanyak 31% dari 2009 maka jumlah ekskreta ayam broiler yang dihasilkan sekitar 23.764,9 ton sehingga diperkirakan jumlah emisi NH3 yang dihasilkan adalah 128.330.834,8 ppm.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan teknologi yang mudah dan aplikatif sehingga bisa diterapkan secara optimal oleh peternak ayam broiler. Alternatif yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah emisi peternakan tersebut adalah dengan menggunakan zeolit pada litter peternakan ayam broiler. Kadar NH3 yang bisa dikurangi dengan menggunakan zeolit adalah sekitar 35,5% (Rudzik 1998). Apabila teknologi penggunaan zeolit ini diterapkan oleh peternak (minimal 20% dari keseluruhan populasi ayam broiler di Indonesia), maka jumlah emisi NH3 yang dapat dikurangi pada tahun 2009 dan 2013 adalah 34.776.677 ppm dan 82.773.388 ppm NH3 dari total produksi NH3 di Indonesia.
Teknik implementasi yang akan dilakukan dalam menjalankan alternatif ini adalah memberikan pemahaman dan melakukan sosialisasi secara luas kepada peternak ayam broiler tentang pentingnya penambahan zeolit pada litter/ ekskreta ayam broiler untuk menurunkan kadar NH3. Manfaat yang akan didapat dari aplikasi gagasan ini adalah terdapat cara pemanfaatan zeolit sebagai penurun emisi gas beracun dan bau tidak sedap pada ekskreta ayam broiler. Pihak-pihak yang diharapkan dapat membantu dalam implementasi gagasan ini adalah
Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Peternakan dan Dinas Peternakan setempat, Instansi Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset, serta Gabungan Kelompok Peternak.
Download Sumber Tulisan/Tulisan Lengkap
ayam, manusia dan lingkungan akibat peningkatan emisi gas beracun dan partikel lain yang dihasilkan dari ekskreta ayam broiler. Salah satu emisi gas beracun yang menimbulkan kerugian besar bagi peternakan ayam broiler adalah ammonia (NH3). Emisi gas ini dapat berdampak buruk terhadap peningkatan efek rumah kaca dan masalah lingkungan berupa bau tidak sedap. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan solusi alternatif penurunan kadar NH3 sehingga akan berpengaruh secara langsung pada penurunan jumlah emisi gas peternakan yang menjadi faktor penyebab terjadinya pemanasan global.
Populasi ayam broiler pada tahun 2009 mencapai 930.317.847 ekor (Badan Pusat Statistik, 2009) yang asumsikan menghasilkan ekskreta 141,2 ton dan emisi NH3 97.962.469 ppm. Apabila diperkirakan pada tahun 2013 populasi
ayam broiler dapat meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi daging ayam broiler sebanyak 31% dari 2009 maka jumlah ekskreta ayam broiler yang dihasilkan sekitar 23.764,9 ton sehingga diperkirakan jumlah emisi NH3 yang dihasilkan adalah 128.330.834,8 ppm.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan teknologi yang mudah dan aplikatif sehingga bisa diterapkan secara optimal oleh peternak ayam broiler. Alternatif yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah emisi peternakan tersebut adalah dengan menggunakan zeolit pada litter peternakan ayam broiler. Kadar NH3 yang bisa dikurangi dengan menggunakan zeolit adalah sekitar 35,5% (Rudzik 1998). Apabila teknologi penggunaan zeolit ini diterapkan oleh peternak (minimal 20% dari keseluruhan populasi ayam broiler di Indonesia), maka jumlah emisi NH3 yang dapat dikurangi pada tahun 2009 dan 2013 adalah 34.776.677 ppm dan 82.773.388 ppm NH3 dari total produksi NH3 di Indonesia.
Teknik implementasi yang akan dilakukan dalam menjalankan alternatif ini adalah memberikan pemahaman dan melakukan sosialisasi secara luas kepada peternak ayam broiler tentang pentingnya penambahan zeolit pada litter/ ekskreta ayam broiler untuk menurunkan kadar NH3. Manfaat yang akan didapat dari aplikasi gagasan ini adalah terdapat cara pemanfaatan zeolit sebagai penurun emisi gas beracun dan bau tidak sedap pada ekskreta ayam broiler. Pihak-pihak yang diharapkan dapat membantu dalam implementasi gagasan ini adalah
Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Peternakan dan Dinas Peternakan setempat, Instansi Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset, serta Gabungan Kelompok Peternak.
Download Sumber Tulisan/Tulisan Lengkap
Minggu, 19 Juni 2011
Kemitraan Ayam Broiler

Salam bagi para rekan-rekan peternak ayam broiler. Kami dari perusahaan kemitraan ayam broiler menawarkan untuk menjalin kerjasama kemitraan ayam broiler. Insya Allah, sistem kemitraan dengan perusahaan kami bersifat saling menguntungkan dan didasarkan pada asas kejujuran dan saling percaya.
Peternak broiler yang tertarik untuk bekerjasama dengan kami diutamakan di daerah Bandung dan sekitarnya (Rancaekek, Soreang, Cimahi, Banjaran, Ciwidey, Lembang, Padalarang, dll).
Mohon kirimkan data-data peternakan yang dimiliki, seperti :
alamat lengkap, no.telp, no.hp (jika ada), email (jika ada), tenaga kerja yang dimiliki dan pengalamannya, data hasil ternak periode sebelumnya (rata-rata kematian, rata-rata berat, FC, Umur Panen, IP), jaminan keamanan yang ada bagi aset perusahaan (sapronak), jaminan yang diajukan (surat tanah, BPKB, atau uang).
Saya tunggu kerjasama anda bersama kami. Kontak Kami melalui e-mail : tonikomara@gmail.com
Terimakasih dan sukses untuk kita bersama.
Contact Person :
Toni Komara
E-mail :
tonikomara@gmail.com
Alamat :
Ruko No 47 Jl. Mekar Agung Perumahan Mekar Wangi Bandung
Telepon/Fax :
(022) 85240977
HP :
081220888472
Minggu, 20 Februari 2011
Evaluasi Program Pemuasaan Berselang pada Ayam Pedaging
05.53
No comments
Evaluasi Program Pemuasaan Berselang pada Ayam Pedaging (Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken)
(Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken)
Muhammad Azhar / I 411 08 271
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245.
Abstrak
Program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) pada ayam pedaging bertujuan untuk mencegah kematian ayam pedaging pada fase finisher akibat stress karena panas metabolisme dari konsumsi pakan yang ad libitum, kelainan pada kaki akibat berat badan, dan perlemakan yang banyak. Program ini dilakukan pada 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb Sr 707 selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada peroide yang berbeda, kelompok A (50 ekor) dipuasakan pada hari ke-10, 12, 14, dan 16 sedangkan kelompok B (25 ekor) dipusakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28 serta terdapat kontrol kelompok A (50 ekor) dan Kontrol kelompok B (25 ekor). Pakan yang diberikan pada fase starter adalah butiran, CP11 (protein 23%, EM 3150 kkal/kg), fase finisher adalah konsentrat dan jagung 33 : 67 (protein 18%, EM 3050 kkal/kg). Produktfitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda yaitu ayam dengan perlakuan A konsumsi pakan 2561 gr/ekor, pertambahan berat badan 52,6 gr/hari, berat badan akhir 1639,7 gr, konversi pakan 1,56. Dengan perlakuan B konsumsi pakan 3289 gr/ekor, pertambahan barat badan 57,53 gr/hari, barat badan akhir 1773,9 gr, konversi pakan 1,85. Sedangkan Kontrol konsumsi pakan 2700 gr/ekor, pertambahan berat badan 55,3 gr/hari, berat badan akhir 1704,2 gr, dan konversi pakan 1,6.
Kata kunci: Pemuasaan berselang, produktifitas, ayam pedaging, Cobb
PENDAHULUAN
Pemeliharaan ayam pedaging terutama di daerah tropis seringkali menimbulkan masalah yang cukup serius seperti kematian pada akhir pemeliharaan, perlemakan yang banyak, dan kelainan pada kaki. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pembatasan pakan, pembatasan pakan bertujuan untuk mengurangi panas metabolik dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam dan ditambah udara panas akan menimbulkan stress kemudian berlanjut menjadi kematian pada ayam, perlemakan akan berkurang karena setelah dilakukan pemuasaan maka kerja dari sistem pencernaan unggas (ayam pedaging) untuk mengubah pakan menjadi otot/daging akan maksimal, dan kelainan pada kaki tidak akan terjadi jika ayam tidak berada pada berat badan yang maksimal sebelum kaki menjadi kuat. Program yang membatasi pertumbuhan awal ayam pedaging secara luas digunakan untuk mengurangi angka kematian dan juga untuk meningkatkan konversi pakan (Dozier, dkk, 2002). Pembatasan pakan dengan program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) di daerah tropis belum dapat diaplikasikan secara maksimal karena temperatur di daerah tropis yang dapat berubah secara derastis misalnya pada malam hari yang diprediksi temperatur akan turun namun meningkat/tinggi sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan waktu pemuasaan. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum manajemen ternak unggas mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the broiler chicken).
MATERI DAN METODE
Sebanyak 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb SR 707 umur sehari berkelamin campuran dipelihara selama 7 hari dalam brooder guard (induk buatan), ayam kemudian dipindahkan kedalam 4 buah kandang kelompok berukuran 2,5 x 3 meter yang diisi masing-masing 50 ekor hingga berumur 35 hari. Dua buah kandang digunakan sebagai control dan dua lainnya diberikan perlakuan pemuasaan berselang selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada periode yang berbeda. Kelompok A dipuasakan pasa hari ke-10, 12, 14, dan 16, kelompok b dipuasakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28. Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kepadatan, kelompok B dan kontrolnya dikurangi jumlah ayamnya sebanyak 50% sehingga jumlah ayam yang tersisa hingga akhir percobaan adalah 25 ekor.
Pakan yang diberikan terdiri atas dua jenis pakan yang disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1994) (Tabel 1). Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum. Parameter produktifitas ayam pedaging yang dianalisis antara lain konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan akhir, dan konversi pakan.
Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan selama penelitian
No.
Jenis Pakan
Komposisi Pakan
Protein (%)
EM (kkal/kg)
1.
Pakan Starter (Butiran, CP11)*
23
3150
2.
Pakan Finisher (konsentrat : jagung, 33; 67)*
18
3050
* Berdasarkan Hasil Estimasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap produktifitas ayam pedaging yang diberi perlakuan pemuasaan berselang selama 4 (empat) hari dengan periode yang berbeda dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Produktifitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda
Parameter
Perlakuan Pemuasan Berselang
Kontrol
Perlakuan A
Perlakuan B
Konsumsi Pakan (g/e)
2700
2561
3289
Pertambahan Berat Badan (g/hari)
55,3
52,6
57,53
Berat Badan Akhir (g)
1704,2
1639,7
1773,9
Konversi Pakan
1,6
1,56
1,85
Keterangan: A. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-10, 12, 14, dan 16
B. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-22, 24, 26, dan 28
Tingginya rata-rata konsumsi pakan ayam pada perlakuan B (3289 gr/ekor) dibandingkan ayam pada perlakuan A (2561 gr/ekor), karena ayam pada perlakuan ini tidak dilakukan pemuasaan pada fase awal (pertumbuhan) sehingga ayam yang diberi pakan secara ad libitum akan memaksimalkan pakan tersebut untuk pertumbuhan yang cepat, sebab lainnya adalah ayam pada perlakuan tersebut jumlahnya lebih sedikit dari pada jumlah ayam pada perlakuan A sehingga tidak terjadi persaingan dalam mengkonsumsi pakan. Hal Ini tidak sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler pada minggu ke-5 memiliki berat badan 2912 gr/ekor.
Rata-rata pertambahan berat badan ayam pedaging pada perlakuan (B 57,53 gr/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertambahan berat badan pada perlakuan A. Hal tersebut juga berhubungan dengan besarnya konsumsi pakan dari ayam pada perlakuan B memiliki korelasi positif terhadap pertambahan berat badan dan sebab lainnya adalah karena ayam tersebut dipuasakan pada fase starter. Hal ini didukung oleh pendapat Anonim (2007) bahwa, besarnya konsumsi pakan oleh ayam pedaging akan berbanding lurus terhadap pertambahan berat badan tanpa ada faktor lain seperti penyakit.
Rata-rata berat badan akhir ayam pedaging perlakuan B (1773,9 gr). Tingginya berat badan akhir pada ayam tersebut dibandingkan dengan ayam pada perlakuan A berhubungan dengan tingginya konsumsi pakan, hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan B tidak dipuasakan pada fase starter sehingga pakan yang dikonsumsi dapat dimaksimal untuk pertumbuhan yang cepat dan ketika terjadi perlemakan maka pertumbuhan akan berlangsung lambat dan hasil akhir dari pertumbuhan yang lambat adalah berat badan akhir yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler mengalami pertumbuhan yang berlangsung cepat pada periode starter yang kemudian pertumbuhan akan berlangsung melambat dan terjadi karena penimbunan lemak tubuh.
Rata-rara konversi pakan ayam pedaging pada perlakuan A (1,56) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konversi pakan pada perlakuan lain. Hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan tersebut dipuasakan pada fase starter dan ketika program pemuasaan telah selesai maka ayam akan berusaha menggantikan konsumsi pakan saat pemuasaan, dengan cara mempercepat conversi pakan yang dikonsumsi secara ad libitum menjadi otot/daging. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Faradis (2009) bahwa, rata-rata konversi ransum ayam pedaging adalah 1,12. Dampak pemuasaan terhadap ayam pedaging adalah menurunnya perlemakan pada ayam pedaging. Hal ini didukung oleh pendapat Santoso, dkk (2008) bahwa, dampak dari program pemuasaan berselang pada ayam broiler adalah menurunnya perlemakan karena pengurangan kadar protein yang tinggi pada pakan ayam broiler yang juga berdampak pada performance dan komposisi tubuh ayam broiler.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken) dapat ditarik kesimpulan bahwa program pemuasaan pada fase starter akan meningkatkan kemampuan ayam untuk mengkonversi pakan. Sedangkan pemuasaan pada fase finisher akan meningkatkan kemampuan ayam dalam pertambahan berat badan per hari dan juga menyebabkan tingginya jumlah konsumsi pakan dari ayam yang menyebabkan berat badan akhir yang tinggi. Perlakuan yang tepat diterapkan di Indonesia (daerah tropis) adalah perlakuan B karena mamiliki berat akhir yang tinggi yang sesuai dengan permintaan dari konsumen di Indonesia namun perlakuan tersebut memiliki konversi pakan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). http://teknis-budidaya.blogspot.com/ 2007/ 10/budidaya-sapi-potong.html. Diakses 27 Mei 2010
Anungsaptonugroho. 2010. Anungsaptonugroho’s Blog. http://anungsaptonugroho.word press. com/. Dakses 27 Mei 2010
Dozier, W. A, dkk. 2002. Effects of Early Skip-a-Day Feed. http://translate.google.co.id/ translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://japr.fas.org/cgi/reprint/11/3/297.pdf. Diakses 27 Mei 2010
Paradis, Huda Alfin. 2009. Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Ransum Ayam Broiler Di Peternakan Cv Perdana Putra Chicken Bogor. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang
Santoso, Urip, dkk. 2008. Early Skip-a-Day Feeding of Female Broiler Chicks Fed High- Protein Realimentation Diets Performance and Body Composition. https://uripsantoso.wordpress.com/2008/05/04/early-skip-a-day-feeding-of-femalebroil er-chicks-fed-high-protein- realimentation-diets -performance-and-body-composition/.
Sumber : http://chytoxx.blogspot.com/2010/05/evaluasi-program-pemuasaan-berselang.html
(Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken)
Muhammad Azhar / I 411 08 271
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245.
Abstrak
Program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) pada ayam pedaging bertujuan untuk mencegah kematian ayam pedaging pada fase finisher akibat stress karena panas metabolisme dari konsumsi pakan yang ad libitum, kelainan pada kaki akibat berat badan, dan perlemakan yang banyak. Program ini dilakukan pada 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb Sr 707 selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada peroide yang berbeda, kelompok A (50 ekor) dipuasakan pada hari ke-10, 12, 14, dan 16 sedangkan kelompok B (25 ekor) dipusakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28 serta terdapat kontrol kelompok A (50 ekor) dan Kontrol kelompok B (25 ekor). Pakan yang diberikan pada fase starter adalah butiran, CP11 (protein 23%, EM 3150 kkal/kg), fase finisher adalah konsentrat dan jagung 33 : 67 (protein 18%, EM 3050 kkal/kg). Produktfitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda yaitu ayam dengan perlakuan A konsumsi pakan 2561 gr/ekor, pertambahan berat badan 52,6 gr/hari, berat badan akhir 1639,7 gr, konversi pakan 1,56. Dengan perlakuan B konsumsi pakan 3289 gr/ekor, pertambahan barat badan 57,53 gr/hari, barat badan akhir 1773,9 gr, konversi pakan 1,85. Sedangkan Kontrol konsumsi pakan 2700 gr/ekor, pertambahan berat badan 55,3 gr/hari, berat badan akhir 1704,2 gr, dan konversi pakan 1,6.
Kata kunci: Pemuasaan berselang, produktifitas, ayam pedaging, Cobb
PENDAHULUAN
Pemeliharaan ayam pedaging terutama di daerah tropis seringkali menimbulkan masalah yang cukup serius seperti kematian pada akhir pemeliharaan, perlemakan yang banyak, dan kelainan pada kaki. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pembatasan pakan, pembatasan pakan bertujuan untuk mengurangi panas metabolik dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam dan ditambah udara panas akan menimbulkan stress kemudian berlanjut menjadi kematian pada ayam, perlemakan akan berkurang karena setelah dilakukan pemuasaan maka kerja dari sistem pencernaan unggas (ayam pedaging) untuk mengubah pakan menjadi otot/daging akan maksimal, dan kelainan pada kaki tidak akan terjadi jika ayam tidak berada pada berat badan yang maksimal sebelum kaki menjadi kuat. Program yang membatasi pertumbuhan awal ayam pedaging secara luas digunakan untuk mengurangi angka kematian dan juga untuk meningkatkan konversi pakan (Dozier, dkk, 2002). Pembatasan pakan dengan program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) di daerah tropis belum dapat diaplikasikan secara maksimal karena temperatur di daerah tropis yang dapat berubah secara derastis misalnya pada malam hari yang diprediksi temperatur akan turun namun meningkat/tinggi sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan waktu pemuasaan. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum manajemen ternak unggas mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the broiler chicken).
MATERI DAN METODE
Sebanyak 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb SR 707 umur sehari berkelamin campuran dipelihara selama 7 hari dalam brooder guard (induk buatan), ayam kemudian dipindahkan kedalam 4 buah kandang kelompok berukuran 2,5 x 3 meter yang diisi masing-masing 50 ekor hingga berumur 35 hari. Dua buah kandang digunakan sebagai control dan dua lainnya diberikan perlakuan pemuasaan berselang selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada periode yang berbeda. Kelompok A dipuasakan pasa hari ke-10, 12, 14, dan 16, kelompok b dipuasakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28. Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kepadatan, kelompok B dan kontrolnya dikurangi jumlah ayamnya sebanyak 50% sehingga jumlah ayam yang tersisa hingga akhir percobaan adalah 25 ekor.
Pakan yang diberikan terdiri atas dua jenis pakan yang disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1994) (Tabel 1). Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum. Parameter produktifitas ayam pedaging yang dianalisis antara lain konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan akhir, dan konversi pakan.
Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan selama penelitian
No.
Jenis Pakan
Komposisi Pakan
Protein (%)
EM (kkal/kg)
1.
Pakan Starter (Butiran, CP11)*
23
3150
2.
Pakan Finisher (konsentrat : jagung, 33; 67)*
18
3050
* Berdasarkan Hasil Estimasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap produktifitas ayam pedaging yang diberi perlakuan pemuasaan berselang selama 4 (empat) hari dengan periode yang berbeda dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Produktifitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda
Parameter
Perlakuan Pemuasan Berselang
Kontrol
Perlakuan A
Perlakuan B
Konsumsi Pakan (g/e)
2700
2561
3289
Pertambahan Berat Badan (g/hari)
55,3
52,6
57,53
Berat Badan Akhir (g)
1704,2
1639,7
1773,9
Konversi Pakan
1,6
1,56
1,85
Keterangan: A. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-10, 12, 14, dan 16
B. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-22, 24, 26, dan 28
Tingginya rata-rata konsumsi pakan ayam pada perlakuan B (3289 gr/ekor) dibandingkan ayam pada perlakuan A (2561 gr/ekor), karena ayam pada perlakuan ini tidak dilakukan pemuasaan pada fase awal (pertumbuhan) sehingga ayam yang diberi pakan secara ad libitum akan memaksimalkan pakan tersebut untuk pertumbuhan yang cepat, sebab lainnya adalah ayam pada perlakuan tersebut jumlahnya lebih sedikit dari pada jumlah ayam pada perlakuan A sehingga tidak terjadi persaingan dalam mengkonsumsi pakan. Hal Ini tidak sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler pada minggu ke-5 memiliki berat badan 2912 gr/ekor.
Rata-rata pertambahan berat badan ayam pedaging pada perlakuan (B 57,53 gr/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertambahan berat badan pada perlakuan A. Hal tersebut juga berhubungan dengan besarnya konsumsi pakan dari ayam pada perlakuan B memiliki korelasi positif terhadap pertambahan berat badan dan sebab lainnya adalah karena ayam tersebut dipuasakan pada fase starter. Hal ini didukung oleh pendapat Anonim (2007) bahwa, besarnya konsumsi pakan oleh ayam pedaging akan berbanding lurus terhadap pertambahan berat badan tanpa ada faktor lain seperti penyakit.
Rata-rata berat badan akhir ayam pedaging perlakuan B (1773,9 gr). Tingginya berat badan akhir pada ayam tersebut dibandingkan dengan ayam pada perlakuan A berhubungan dengan tingginya konsumsi pakan, hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan B tidak dipuasakan pada fase starter sehingga pakan yang dikonsumsi dapat dimaksimal untuk pertumbuhan yang cepat dan ketika terjadi perlemakan maka pertumbuhan akan berlangsung lambat dan hasil akhir dari pertumbuhan yang lambat adalah berat badan akhir yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler mengalami pertumbuhan yang berlangsung cepat pada periode starter yang kemudian pertumbuhan akan berlangsung melambat dan terjadi karena penimbunan lemak tubuh.
Rata-rara konversi pakan ayam pedaging pada perlakuan A (1,56) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konversi pakan pada perlakuan lain. Hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan tersebut dipuasakan pada fase starter dan ketika program pemuasaan telah selesai maka ayam akan berusaha menggantikan konsumsi pakan saat pemuasaan, dengan cara mempercepat conversi pakan yang dikonsumsi secara ad libitum menjadi otot/daging. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Faradis (2009) bahwa, rata-rata konversi ransum ayam pedaging adalah 1,12. Dampak pemuasaan terhadap ayam pedaging adalah menurunnya perlemakan pada ayam pedaging. Hal ini didukung oleh pendapat Santoso, dkk (2008) bahwa, dampak dari program pemuasaan berselang pada ayam broiler adalah menurunnya perlemakan karena pengurangan kadar protein yang tinggi pada pakan ayam broiler yang juga berdampak pada performance dan komposisi tubuh ayam broiler.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken) dapat ditarik kesimpulan bahwa program pemuasaan pada fase starter akan meningkatkan kemampuan ayam untuk mengkonversi pakan. Sedangkan pemuasaan pada fase finisher akan meningkatkan kemampuan ayam dalam pertambahan berat badan per hari dan juga menyebabkan tingginya jumlah konsumsi pakan dari ayam yang menyebabkan berat badan akhir yang tinggi. Perlakuan yang tepat diterapkan di Indonesia (daerah tropis) adalah perlakuan B karena mamiliki berat akhir yang tinggi yang sesuai dengan permintaan dari konsumen di Indonesia namun perlakuan tersebut memiliki konversi pakan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). http://teknis-budidaya.blogspot.com/ 2007/ 10/budidaya-sapi-potong.html. Diakses 27 Mei 2010
Anungsaptonugroho. 2010. Anungsaptonugroho’s Blog. http://anungsaptonugroho.word press. com/. Dakses 27 Mei 2010
Dozier, W. A, dkk. 2002. Effects of Early Skip-a-Day Feed. http://translate.google.co.id/ translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://japr.fas.org/cgi/reprint/11/3/297.pdf. Diakses 27 Mei 2010
Paradis, Huda Alfin. 2009. Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Ransum Ayam Broiler Di Peternakan Cv Perdana Putra Chicken Bogor. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang
Santoso, Urip, dkk. 2008. Early Skip-a-Day Feeding of Female Broiler Chicks Fed High- Protein Realimentation Diets Performance and Body Composition. https://uripsantoso.wordpress.com/2008/05/04/early-skip-a-day-feeding-of-femalebroil er-chicks-fed-high-protein- realimentation-diets -performance-and-body-composition/.
Sumber : http://chytoxx.blogspot.com/2010/05/evaluasi-program-pemuasaan-berselang.html
Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil
05.51
No comments
Oleh : Drh. Tarmudji MS
Kekerdilan atau Sindroma Kekerdilan (SK) pada ayam sangat merugikan.
Kerena, ayam yang kerdil sulit dijula, konversi pakan yang tinggi dan dapat
mengakibatkan kematian. Walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi. Bagaimana
ciri-cirinya?
Akhir-akhir ini, SK muncul lagi pada beberapa peternakan ayam pedaging
komersial dan pada Broiler breeding farm. Adanya kasus semacam ini menimbulkan
kerugian peternak, karena jumlah ayam kerdil bisa mencapai 10-50 persen dari populasi.
Sebenarnya SK ini sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dan
mendapat perhatian dari pihak pemerintah maupun pelaku bisnis perunggasan.
Merebaknya kembali kasus ini setelah wabah Avian Influenza (AI), menimbulkan tanda
tanya. Beberapa kalangan peternak menghubung-hubungkan kasus ini dengan wabah AI.
Karena SK pada ayam kali ini terjadi setelah Indonesia terserang wabah AI.
Penyakit kekerdilan ini pertama kali dilaporkan di Eropa, yaitu di Belanda pada
tahun 1970. Kemudian menyebar ke Inggris (1981), Australia (1980), Amerika Serikat
(1981) dan Asia (1985). Di Indonesia, penyakit kekerdilan, pertama kali dilaporkan oleh Dharma pada tahun 1985. Penyakit yang ditandai dengan gejala ayam menjadi kerdil
(lambat tumbuh) dan bulu sayap terbalik ini dilaporkan terjadi di Bali dan Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 1998-1999, peneliti Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
melaporkan kejadian kekerdilan pada peternakan ayam di daerah Jawa Barat, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa,
ayam yang berumur 12 - 31 hari hanya memiliki bobot badan sekitar 125-373 gram.
Penyakit Helikopter
Sindroma Kekerdilan merupakan suatu penyakit, di mana ayam tidak tumbuh dan
berkembang seperti layaknya ayam normal. SK adalah Sindroma pada ayam muda,
terutama ayam pedaging yang ditandai adanya derajat gangguan pertumbuhan (ringan
sampai berat). Sebagai agen spesifik penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Namun
dari hasil penelitian menyebutkan bahwa, virus merupakan agen yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya penyakit menular ini. Diduga banyak penyebabnya, antara lain,Reo
virus, Rota virus, Parvo virus, Entero virusdan Corona virus.
Reovirus, dapat diisolasi dari jaringan ayam sehat pada umur satu sampai dua
minggu. Manifestasi penyakit setelah infeksi denganre ovirus tergantung pada umur
ayam, strain virus dan rule infeksi. Penularan penyakit dapat terjadi secara horizontal
maupun vertikal. Reovirus dapat diekskresikan dari saluran pencernaan dan pernafasan.
Feses merupakan sumber utama penularan secara horizontal. Anak ayam umur satu hari
lebih peka terhadap reovirus yang ditularkan melalui saluran pernafasan dibanding
penularan secara oral
Banyak nama yang diberikan pada penyakit ini. Yaitu, Infectious Stunting
Syndrome, Helicopter disease, Malabsorption Syndrome, Pale bird Syndromeatau
Brittle bone Syndrome.
Penyakit ini menyerang ayam dan kalkun, baik yang jantan maupun betina.
Dilaporkan hewan yang muda lebih sensitif daripada yang dewasa dan semua jenis ayam
dapat terse rang penyakit ini. Anak ayam yang terserang virus ini memperlihatkan
penurunan laju pertumbuhan yang nyata pada umur 5-7 hari. Dan anak ayam yang
lambat tumbuh alias kerdil ini akan terlihat jelas pada umur dua minggu.
Pertumbuhan bulu yang terhambat, sampai umur 30 hari bulu di bagian bawah
kepala masih berwarna kuning, sehingga disebut dengan “Kepala kuning". Anak ayam
ini juga memperlihatkan abdomen yang menggantung dan nafsu makannya yang sangat
tinggi.
Tangkai bulu sayap primernya nampak patah-patah dan bulunya seperti baling-
baling rotor. Oleh karena itu disebut juga penyakit helikopter (Helicopter Disease).
Menjelang umur 5 minggu, anak ayam yang sakit bisa mencapai 25%, dengan bobot
badan berkisar 250 gram. Dan ukurannya kurang dari separuh ukuran normal dari kawan
sekandangnya. Kotorannya berwarna kuning dan lembek dan menunjukkan adanya
partikel biji-bijian yang tidak dicerna. Ayam yang sakit terlihat malas berjalan karena
adanya sindroma yang mirip rakhitis.
Ayam Kerdil Segera Diatkir
Para ahli melaporkan bahwa, target organ dari SK adalah usus sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan berbentuk diare dan lesi pada usus. Anak ayam
biasanya mengalami gangguan proses digesti dan absorbsi berbagai nutrien penting
dalam pakan, yang mendukung berbagai manifestasi penyakit tersebut.
Pada bedah bangkai ayam penderita SK, dijumpai adanya peradangan pada
proventrikulus (proventrikulitis) dan usus (enteritis), atropi/pengecilan dari organ
pankreas,thymus dan bursafabricius. Juga terlihat adanya kelainan pada tulang,
terutamadefect pada tulang paha (femur) sehingga tulang menjadi mudah patah(bri ttle/
os teoporosis).
Secara mikroskopik terlihat pembesaran(hipertropi) dan perbanyakan
(hiperplasia) dari epitel mukosa proventrikulus. Pada usus terjadi enteritis kataralis
berupa pelebaran/dilatasi krypta usus dan atropi villi usus. Pada pankreas terlihat
infiltrasi set-set radang, degenerasi, atropi dan fibroplasi dari jaringan eksokrin.
Diagnosis didasarkan pada sejarah induk-induk muda yang menghasilkan anak
ayam yang sakit dengan gejala klinis khas, yang muncul pada kisaran umur 7-35 hari.
Dan biasanya lebih tepat jika diagnosis dibuat setelah anak ayam berumur lebih dari 14
hari. Pada saat dijumpai adanya sejumlah anak ayam kecil yang mempunyai nafsu
makan yang besar, sangat aktif dan menunjukkan pertumbuhan bulu yang abnormal.
Secara primer, SK ini disebabkan oleh virus, namun ada beberapa jenis bakteri dan
berbagai faktor manajemen yang ikut mendukung terjadinya sindroma tersebut.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit kerdil. Anak-anak ayam yang
sakit/kerdil hendaknya segera diafkir / dikeluarkan sejak umur 14-28 hari. Pemisahan
ayam-ayam yang sakit ini mungkin dapat mengurangi peluang penularan virus secara
lateral. Vaksinasi dilaporkan tidak bisa efektif mengontrol penyakit ini. Peningkatan
sanitasi, pemberian desinfektan yang tepat dan memperhatikan kepadatan kandang
diharapkan dapat mengurangi jumlah ayam yang diafkir. Memperketat kontrol pakan dan
menghindari DOC dari bibit yang muda, dilaporkan dapat mengurangi kasus penyakit
ini.
Drh. Tarmudji MS
Penulis adalah Peneliti pada Balitvet Bogor
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 7 Juli 2004
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41936617/Mendeteksi-Munculnya-Ayam-Kerdil
Kekerdilan atau Sindroma Kekerdilan (SK) pada ayam sangat merugikan.
Kerena, ayam yang kerdil sulit dijula, konversi pakan yang tinggi dan dapat
mengakibatkan kematian. Walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi. Bagaimana
ciri-cirinya?
Akhir-akhir ini, SK muncul lagi pada beberapa peternakan ayam pedaging
komersial dan pada Broiler breeding farm. Adanya kasus semacam ini menimbulkan
kerugian peternak, karena jumlah ayam kerdil bisa mencapai 10-50 persen dari populasi.
Sebenarnya SK ini sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dan
mendapat perhatian dari pihak pemerintah maupun pelaku bisnis perunggasan.
Merebaknya kembali kasus ini setelah wabah Avian Influenza (AI), menimbulkan tanda
tanya. Beberapa kalangan peternak menghubung-hubungkan kasus ini dengan wabah AI.
Karena SK pada ayam kali ini terjadi setelah Indonesia terserang wabah AI.
Penyakit kekerdilan ini pertama kali dilaporkan di Eropa, yaitu di Belanda pada
tahun 1970. Kemudian menyebar ke Inggris (1981), Australia (1980), Amerika Serikat
(1981) dan Asia (1985). Di Indonesia, penyakit kekerdilan, pertama kali dilaporkan oleh Dharma pada tahun 1985. Penyakit yang ditandai dengan gejala ayam menjadi kerdil
(lambat tumbuh) dan bulu sayap terbalik ini dilaporkan terjadi di Bali dan Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 1998-1999, peneliti Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
melaporkan kejadian kekerdilan pada peternakan ayam di daerah Jawa Barat, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa,
ayam yang berumur 12 - 31 hari hanya memiliki bobot badan sekitar 125-373 gram.
Penyakit Helikopter
Sindroma Kekerdilan merupakan suatu penyakit, di mana ayam tidak tumbuh dan
berkembang seperti layaknya ayam normal. SK adalah Sindroma pada ayam muda,
terutama ayam pedaging yang ditandai adanya derajat gangguan pertumbuhan (ringan
sampai berat). Sebagai agen spesifik penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Namun
dari hasil penelitian menyebutkan bahwa, virus merupakan agen yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya penyakit menular ini. Diduga banyak penyebabnya, antara lain,Reo
virus, Rota virus, Parvo virus, Entero virusdan Corona virus.
Reovirus, dapat diisolasi dari jaringan ayam sehat pada umur satu sampai dua
minggu. Manifestasi penyakit setelah infeksi denganre ovirus tergantung pada umur
ayam, strain virus dan rule infeksi. Penularan penyakit dapat terjadi secara horizontal
maupun vertikal. Reovirus dapat diekskresikan dari saluran pencernaan dan pernafasan.
Feses merupakan sumber utama penularan secara horizontal. Anak ayam umur satu hari
lebih peka terhadap reovirus yang ditularkan melalui saluran pernafasan dibanding
penularan secara oral
Banyak nama yang diberikan pada penyakit ini. Yaitu, Infectious Stunting
Syndrome, Helicopter disease, Malabsorption Syndrome, Pale bird Syndromeatau
Brittle bone Syndrome.
Penyakit ini menyerang ayam dan kalkun, baik yang jantan maupun betina.
Dilaporkan hewan yang muda lebih sensitif daripada yang dewasa dan semua jenis ayam
dapat terse rang penyakit ini. Anak ayam yang terserang virus ini memperlihatkan
penurunan laju pertumbuhan yang nyata pada umur 5-7 hari. Dan anak ayam yang
lambat tumbuh alias kerdil ini akan terlihat jelas pada umur dua minggu.
Pertumbuhan bulu yang terhambat, sampai umur 30 hari bulu di bagian bawah
kepala masih berwarna kuning, sehingga disebut dengan “Kepala kuning". Anak ayam
ini juga memperlihatkan abdomen yang menggantung dan nafsu makannya yang sangat
tinggi.
Tangkai bulu sayap primernya nampak patah-patah dan bulunya seperti baling-
baling rotor. Oleh karena itu disebut juga penyakit helikopter (Helicopter Disease).
Menjelang umur 5 minggu, anak ayam yang sakit bisa mencapai 25%, dengan bobot
badan berkisar 250 gram. Dan ukurannya kurang dari separuh ukuran normal dari kawan
sekandangnya. Kotorannya berwarna kuning dan lembek dan menunjukkan adanya
partikel biji-bijian yang tidak dicerna. Ayam yang sakit terlihat malas berjalan karena
adanya sindroma yang mirip rakhitis.
Ayam Kerdil Segera Diatkir
Para ahli melaporkan bahwa, target organ dari SK adalah usus sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan berbentuk diare dan lesi pada usus. Anak ayam
biasanya mengalami gangguan proses digesti dan absorbsi berbagai nutrien penting
dalam pakan, yang mendukung berbagai manifestasi penyakit tersebut.
Pada bedah bangkai ayam penderita SK, dijumpai adanya peradangan pada
proventrikulus (proventrikulitis) dan usus (enteritis), atropi/pengecilan dari organ
pankreas,thymus dan bursafabricius. Juga terlihat adanya kelainan pada tulang,
terutamadefect pada tulang paha (femur) sehingga tulang menjadi mudah patah(bri ttle/
os teoporosis).
Secara mikroskopik terlihat pembesaran(hipertropi) dan perbanyakan
(hiperplasia) dari epitel mukosa proventrikulus. Pada usus terjadi enteritis kataralis
berupa pelebaran/dilatasi krypta usus dan atropi villi usus. Pada pankreas terlihat
infiltrasi set-set radang, degenerasi, atropi dan fibroplasi dari jaringan eksokrin.
Diagnosis didasarkan pada sejarah induk-induk muda yang menghasilkan anak
ayam yang sakit dengan gejala klinis khas, yang muncul pada kisaran umur 7-35 hari.
Dan biasanya lebih tepat jika diagnosis dibuat setelah anak ayam berumur lebih dari 14
hari. Pada saat dijumpai adanya sejumlah anak ayam kecil yang mempunyai nafsu
makan yang besar, sangat aktif dan menunjukkan pertumbuhan bulu yang abnormal.
Secara primer, SK ini disebabkan oleh virus, namun ada beberapa jenis bakteri dan
berbagai faktor manajemen yang ikut mendukung terjadinya sindroma tersebut.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit kerdil. Anak-anak ayam yang
sakit/kerdil hendaknya segera diafkir / dikeluarkan sejak umur 14-28 hari. Pemisahan
ayam-ayam yang sakit ini mungkin dapat mengurangi peluang penularan virus secara
lateral. Vaksinasi dilaporkan tidak bisa efektif mengontrol penyakit ini. Peningkatan
sanitasi, pemberian desinfektan yang tepat dan memperhatikan kepadatan kandang
diharapkan dapat mengurangi jumlah ayam yang diafkir. Memperketat kontrol pakan dan
menghindari DOC dari bibit yang muda, dilaporkan dapat mengurangi kasus penyakit
ini.
Drh. Tarmudji MS
Penulis adalah Peneliti pada Balitvet Bogor
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 7 Juli 2004
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41936617/Mendeteksi-Munculnya-Ayam-Kerdil
Sabtu, 22 Januari 2011
Kajian Penambahan Ragi Tape pada Pakan terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, Rasio Konversi Pakan, dan Mortalitas Tikus (Rattus norvegicus)
05.12
No comments
E.M.Sianturia, A.M.Fuaha & K.G. Wiryawanb
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680
ABSTRACT
An experiment was conducted to examine the effect of different levels of tape yeast
addition into rations on Rattus norvegicus performance, such as feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The experimental design used was a factorial completely randomized design 2 x 4, the first factor was sex (male and female rats), and the second factor was different levels of tape yeast added into rations (0% as R1,0.5% as R2, 1% as R3 and 1.5% as R4). The results showed that the interaction between sex and yeast addition had significant effect on feed consumption and body weight gain (P<0.05), but the effect was not significant on feed conversion ratio and mortality. Yeast addition in male-rat rations significantly reduced feed consumption, but did not affect body weight gain. In female rats, the addition of yeast in the rations increased body weight gain.
Increasing levels of tape yeast in the rations improved the body weight gain and feed
conversion ratio, especially for female rats (P<0.05). There was no single rat died during the experimental period. Rats fed ration containing 1.5% yeast showed better feed consumption, weight gain, and feed conversion ratio compared to rats given other rations.
Key words : rat, tape yeast, consumption, weight gain, feed conversion ratio, mortality
Probiotik telah lama diketahui dapat meningkatkan produktivitas ternak, yaitu dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus (Wiryawan, 1995; Muktiani, 2002; CFNP Tap Review, 2002). Penyerapan zat-zat makanan akan meningkat jika keseimbangan mikroflora usus telah dicapai. Banyak jenis mikroba yang dapat dikategorikan sebagai
probiotik karena pengaruhnya yang menguntungkan bagi inangnya, dijual dalam bentuk kultur murni mikroba atau komponen dari mikroba tertentu, dan dijual secara komersial.
Probiotik telah banyak dijual secara komersial terutama di negara-negara maju seiring dengan dilarangnya penggunaan antibiotik termasuk di Indonesia, namun
wilayah pendistribusiannya masih terbatas kota-kota besar, sementara mayoritas
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat yang secara geografis sulit untuk diakses.
Adanya kesulitan untuk mendapatkan probiotik komersial, terutama oleh masyarakat
tani, maka dibutuhkan suatu sumber probiotik indigenous alternatif yang banyak tersebar di Indonesia. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan pertimbangan: (1) di dalam ragi tape terdapat mikroba-mikroba baik kapang, khamir maupun bakteri yang mampu menghidrolisis pati, menciptakan keseimbangan mikroflora usus, meningkatkan kesehatan serta membantu penyerapan zat-zat makanan, dalam hal ini peran accharomyces cerevisiae sangat penting(Fardiaz, 1992; Dawson, 1993; Newman, 2001,
CFNP Tap Review, 2002); (2) ragi tape tersebar luas di pasar-pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya; (3) ragi tape sudah biasa dikonsumsi oleh manusia sehingga aman bagi ternak.
Sebelum ragi tape sebagai probiotik dicobakan pada ternak, pada umumnya dicobakan terlebih dahulu pada hewan percobaan sehingga hasilnya dapat menjadi acuan enggunaannya. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus
laboratorium (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan karena karakteristik biologisnya mirip dengan ternak monogastrik dan juga murah, mudah didapat dan siklus reproduksiyang singkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap penggunaan ragi
tape sebagai probiotik dalam ransum tikus terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus).
Sumber : http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9332/1/E_M_Sianturi_KajianPenambahanRagi.pdf
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680
ABSTRACT
An experiment was conducted to examine the effect of different levels of tape yeast
addition into rations on Rattus norvegicus performance, such as feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The experimental design used was a factorial completely randomized design 2 x 4, the first factor was sex (male and female rats), and the second factor was different levels of tape yeast added into rations (0% as R1,0.5% as R2, 1% as R3 and 1.5% as R4). The results showed that the interaction between sex and yeast addition had significant effect on feed consumption and body weight gain (P<0.05), but the effect was not significant on feed conversion ratio and mortality. Yeast addition in male-rat rations significantly reduced feed consumption, but did not affect body weight gain. In female rats, the addition of yeast in the rations increased body weight gain.
Increasing levels of tape yeast in the rations improved the body weight gain and feed
conversion ratio, especially for female rats (P<0.05). There was no single rat died during the experimental period. Rats fed ration containing 1.5% yeast showed better feed consumption, weight gain, and feed conversion ratio compared to rats given other rations.
Key words : rat, tape yeast, consumption, weight gain, feed conversion ratio, mortality
Probiotik telah lama diketahui dapat meningkatkan produktivitas ternak, yaitu dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus (Wiryawan, 1995; Muktiani, 2002; CFNP Tap Review, 2002). Penyerapan zat-zat makanan akan meningkat jika keseimbangan mikroflora usus telah dicapai. Banyak jenis mikroba yang dapat dikategorikan sebagai
probiotik karena pengaruhnya yang menguntungkan bagi inangnya, dijual dalam bentuk kultur murni mikroba atau komponen dari mikroba tertentu, dan dijual secara komersial.
Probiotik telah banyak dijual secara komersial terutama di negara-negara maju seiring dengan dilarangnya penggunaan antibiotik termasuk di Indonesia, namun
wilayah pendistribusiannya masih terbatas kota-kota besar, sementara mayoritas
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat yang secara geografis sulit untuk diakses.
Adanya kesulitan untuk mendapatkan probiotik komersial, terutama oleh masyarakat
tani, maka dibutuhkan suatu sumber probiotik indigenous alternatif yang banyak tersebar di Indonesia. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan pertimbangan: (1) di dalam ragi tape terdapat mikroba-mikroba baik kapang, khamir maupun bakteri yang mampu menghidrolisis pati, menciptakan keseimbangan mikroflora usus, meningkatkan kesehatan serta membantu penyerapan zat-zat makanan, dalam hal ini peran accharomyces cerevisiae sangat penting(Fardiaz, 1992; Dawson, 1993; Newman, 2001,
CFNP Tap Review, 2002); (2) ragi tape tersebar luas di pasar-pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya; (3) ragi tape sudah biasa dikonsumsi oleh manusia sehingga aman bagi ternak.
Sebelum ragi tape sebagai probiotik dicobakan pada ternak, pada umumnya dicobakan terlebih dahulu pada hewan percobaan sehingga hasilnya dapat menjadi acuan enggunaannya. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus
laboratorium (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan karena karakteristik biologisnya mirip dengan ternak monogastrik dan juga murah, mudah didapat dan siklus reproduksiyang singkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap penggunaan ragi
tape sebagai probiotik dalam ransum tikus terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus).
Sumber : http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9332/1/E_M_Sianturi_KajianPenambahanRagi.pdf
Biosecurity to prevent the spread of Infectious Bronchitis
04.38
No comments

Basic management practices such as limited controlled site access, separate footwear and equipment for each site/house, and footbaths at the entrance to sites/houses all minimize the risk of introducing the Infectious Bronchitis virus (IBV).
Hygienic measures are aimed at minimizing the level of infectious virus. A structured approach is required to prevent infections:
* Dry clean - removal and disposal of all organic material from the site (in the case of earthen floors this should include removing the top 4-5 cm of soil).
* Wet clean - cleaning chicken houses using water at high pressure (35-55 Bar) to ensure removal of all organic material. It is advisable to add detergents to assist the cleaning process.
* Disinfection - application of a suitable disinfectant to reduce infectivity of any remaining virus particles. IBV is easily killed, but applying disinfectants at the correct concentration with a suitable contact time is critical. Generally products containing formaldehyde, chlorine releasing agents, or quaternary ammonium compounds are suitable.
The downtime between successive chicken flocks must be maximized (a minimum of 10 days is recommended). The control of IBV on multi-age sites is extremely challenging and requires strict control of the movement of personnel and equipment between chicken houses.
Sumber : http://www.infectious-bronchitis.com/biosecurity.asp
Terjemah : Google Translate
Peneliti Bikin Ayam Tak Sebarkan Flu Burung
04.29
No comments

Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan.
Jum'at, 21 Januari 2011, 15:36 WIB
Muhammad Firman
Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan. (infectious-bronchitis.com)
VIVAnews - Sekelompok peneliti asal University of Cambridge dan The University of Edinburgh, Inggris yang mendapat suntikan dana dari pemerintah berhasil menemukan cara agar ayam tidak menularkan flu burung ke hewan lain dan manusia yang memeliharanya.
Caranya, peneliti memasukkan gen yang mampu memblokir flu burung agar tidak mereplikasi diri. Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung, akan tetapi sel mereka tidak memproduksi kopi virus flu. Sehingga, ayam yang ada di dekatnya tidak terserang.
Penemuan tersebut, yang dilaporkan dalam jurnal Science, disebutkan berhasil mengatasi masalah terbesar baik bagi para peternak unggas ataupun petugas kesehatan masyarakat yang khawatir bahwa ayam bisa menjadi sumber virus flu yang bisa menularkan pada manusia.
“Modifikasi genetik yang kami temukan ini merupakan langkah pertama yang signifikan untuk mengembangkan ayam yang sepenuhnya kebal terhadap flu burung,” kata Laurence Tiley, profesor dari Department of Veterinary Medicine University of Cambridge, seperti dikutip dari Medindia, 21 Januari 2011.
Selain itu, kata Tiley, penemuan ini juga akan membantu meningkatkan kesehatan unggas rumah tangga dan mencegah penyebaran epidemi flu burung di antara populasi manusia.
Meski menarik, masalah belum terpecahkan sepenuhnya. “Uji coba selama bertahun-tahun masih diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada bahaya tersembunyi dari modifikasi genetik seperti ini,” kata Tiley. “Selain itu, masih banyak tugas kehumasan untuk membujuk lembaga pemerintah dan konsumen agar menerima ayam yang telah dimodifikasi secara genetik ini,” ucapnya.
Saat ini, kata Tiley, ayam-ayam yang sudah mereka modifikasi ini hanyalah ditujukan untuk penelitian, bukan untuk dimakan oleh manusia.
• VIVAnew
Sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/200616-peneliti-bikin-ayam-tak-sebarkan-flu-burung
Sabtu, 23 Oktober 2010
Penggunaan Energi dalam Ayam Broiler
05.48
1 comment
Penggunaan Energi dalam Ayam Broiler
Banyak para pelajar, praktisi dan peternak yang mengartikan energi sebagai salah satu nutrisi dalam pakan ternak.
Karena kata energi ini sering sekali ditulis secara bedampingan dengan protein, lemak, serat dan nutrient lainya.
Padahal energi itu sendiri bukan nutrisi, energi adalah kalor (panas) yang dihasilkan dari metabolisme beberapa nutrient
yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Namun demikian energi tetap menjadi salah satu ‘nutritional factor’
untuk mendapatkan performance broiler yang optimal.Ada 2 hal mendasar yang perlu diketahui peternak menyangkut
energi pada pakan broiler. 1) Sampai saat ini energi dalam bahan baku yang bisa di analisa adalah gross energi,
sementara yang digunakan oleh broiler adalah net energy atau yang sering kita sebut sebagai metabolisme energi.
Metabolisme energi inilah yang dipakai pada sistem formulasi pakan ternak. Artinya nilai ME tidak didapat dari
laboratorium, namun didapatdari persamaan (rumus) yang telah diuji oleh para ahli nutrisi ternak dan peneliti. 2)
Pengaruh kekurangan energi pada performance sangat besar. Pengaruh terbesar pada ayam broiler adalah
memperburuk FCR. Pada saat energi per kg pakan kurang dari kebutuhan, maka ayam akan makan lebih banyak untuk
menjaga kebutuhan energi tubuhnya. Walaupun ayam makan lebih banyak pertambahan berat badannya tidak ikut
meningkat. Dan ini membuat pemenuhan kebutuhan energi menjadi lebih mahal serta mengurangi ‘value’
dari energi itu sendiri.
Adapun penggunaan energi pada broiler secara garis besar bisa di bagi menajdi 2 bagian :
1. Pemenuhan Hidup Pokok (Maintenance)
- a. Energi untuk metabolisme (basal metabolisme) Bagaimanapun juga proses pencernaan, penyerapan, reproduksi,
proses dalam sel dan segala macam proses dalam tubuh unggas yang sering di sebut dengan proses metabolisme tetap
juga membutuhkan energi Kebutuhan energi untuk basal metabolisme semakin meningkat dengan bertambahnya berat
ayam (surface area), walaupun kebutuhan per kg berat badanya semakin kecil.
- b. Kenaikan panas tubuh karena aktivitas Proses metabolisme protein dan lemak juga akan meningkatkan panas
tubuh ayam, pada saat yang sama maka ayam memerlukan energi untuk menjaga keseimbangan suhu tubuhnya.
Jagung mengahasilkan panas bahang yang lebih tinggi dibandingkan minyak, ini adalah salah satu penyebab beberapa
ahli merekomendasikan mengganti sumber energi ke lemak pada saat cekaman panas.
- c. Kenaikan panas tubuh karena ‘thermal regulation’ Pada saat lingkungan disekitar kandang tinggi,
maka suhu tubuh ayam juga ikut meningkat. Untuk menurukan suhu tubuhnya ayam akan minum lebih banyak, dalam
tubuh ayam itu sendiri ada energi yang dipakai untuk menetralisir hal tersebut.
- d. Energi pada feses dan urine Energi yang terbuang sebagai endogenous energy dalam feses dan urine adalah nilai
mutlak yang tidak bisa di tawar lagi.
- e. Immune Respons Pada saat ayam broiler terinfeksi suatu penyakit, maka sebagian nutrient akan digunakan untuk
meningkatkan daya tahan. Glukosa dalam darah juga menurun, maka dari itu energi untuk pertumbuhan juga sebagian
akan terpakai untuk mencover kondisi seperti ini. Pemberian air gula secukupnya untuk menambah intake energi
terutama pada saat konsumsi pakan turun sangat diperlukan. 2. Energi untuk Produksi
- a. Pertumbuhan jaringan tubuh Pakan dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi asam amino nya dapat
memenuhi kebutuhan ayam. Namun demikian protein yang masuk kedalam tubuh ayam harus dipecah menjadi asamasam
amino, sebelum diserap oleh tubuh. Setelah itu asam-asam amino akan digunakan untuk pembentukan jaringan
tubuh (daging, bulu dan jaringan tubuh lainya) dan hal ini banyak membutuhkan energi.
- b. Penambahan lemak dan penyimpanan karbohidrat Metabolisme lemak lebih sederhana di bandngkan nutrient
lainya, kelebihan lemak akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak juga. Begitu juga dengan karbohidrat, jika
nutrient ini berlebih akan disimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh unggas.
- c. Telur dan semen Karena dipanen pada usia yang relatif muda, ayam broiler belum sampai pada masa reproduksi
yang tentunya membutuhkan energi untuk pembentukan semen dan telur. Bagaimanapun juga perhitungan energi untuk
ayam broiler bisa jadi tidak sama presis dengan kebutuhan ayam, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya
termasuk kondisi lingkungan dan kesehatan ayam itu sendiri. Namun demikian para nutritionist pastilah berusaha untuk
lebih tepat atau memberikan energi yang lebih tinggi dari kebutuhan pada saat lingkungan normal. (skm)
CJ Feed Indonesia
http://cjfeed.co.id Copyright 2007 by CJFeed Indonesia Generated: 23 October, 2010, 05:47
sumber : http://cjfeed.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=2197
Banyak para pelajar, praktisi dan peternak yang mengartikan energi sebagai salah satu nutrisi dalam pakan ternak.
Karena kata energi ini sering sekali ditulis secara bedampingan dengan protein, lemak, serat dan nutrient lainya.
Padahal energi itu sendiri bukan nutrisi, energi adalah kalor (panas) yang dihasilkan dari metabolisme beberapa nutrient
yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Namun demikian energi tetap menjadi salah satu ‘nutritional factor’
untuk mendapatkan performance broiler yang optimal.Ada 2 hal mendasar yang perlu diketahui peternak menyangkut
energi pada pakan broiler. 1) Sampai saat ini energi dalam bahan baku yang bisa di analisa adalah gross energi,
sementara yang digunakan oleh broiler adalah net energy atau yang sering kita sebut sebagai metabolisme energi.
Metabolisme energi inilah yang dipakai pada sistem formulasi pakan ternak. Artinya nilai ME tidak didapat dari
laboratorium, namun didapatdari persamaan (rumus) yang telah diuji oleh para ahli nutrisi ternak dan peneliti. 2)
Pengaruh kekurangan energi pada performance sangat besar. Pengaruh terbesar pada ayam broiler adalah
memperburuk FCR. Pada saat energi per kg pakan kurang dari kebutuhan, maka ayam akan makan lebih banyak untuk
menjaga kebutuhan energi tubuhnya. Walaupun ayam makan lebih banyak pertambahan berat badannya tidak ikut
meningkat. Dan ini membuat pemenuhan kebutuhan energi menjadi lebih mahal serta mengurangi ‘value’
dari energi itu sendiri.
Adapun penggunaan energi pada broiler secara garis besar bisa di bagi menajdi 2 bagian :
1. Pemenuhan Hidup Pokok (Maintenance)
- a. Energi untuk metabolisme (basal metabolisme) Bagaimanapun juga proses pencernaan, penyerapan, reproduksi,
proses dalam sel dan segala macam proses dalam tubuh unggas yang sering di sebut dengan proses metabolisme tetap
juga membutuhkan energi Kebutuhan energi untuk basal metabolisme semakin meningkat dengan bertambahnya berat
ayam (surface area), walaupun kebutuhan per kg berat badanya semakin kecil.
- b. Kenaikan panas tubuh karena aktivitas Proses metabolisme protein dan lemak juga akan meningkatkan panas
tubuh ayam, pada saat yang sama maka ayam memerlukan energi untuk menjaga keseimbangan suhu tubuhnya.
Jagung mengahasilkan panas bahang yang lebih tinggi dibandingkan minyak, ini adalah salah satu penyebab beberapa
ahli merekomendasikan mengganti sumber energi ke lemak pada saat cekaman panas.
- c. Kenaikan panas tubuh karena ‘thermal regulation’ Pada saat lingkungan disekitar kandang tinggi,
maka suhu tubuh ayam juga ikut meningkat. Untuk menurukan suhu tubuhnya ayam akan minum lebih banyak, dalam
tubuh ayam itu sendiri ada energi yang dipakai untuk menetralisir hal tersebut.
- d. Energi pada feses dan urine Energi yang terbuang sebagai endogenous energy dalam feses dan urine adalah nilai
mutlak yang tidak bisa di tawar lagi.
- e. Immune Respons Pada saat ayam broiler terinfeksi suatu penyakit, maka sebagian nutrient akan digunakan untuk
meningkatkan daya tahan. Glukosa dalam darah juga menurun, maka dari itu energi untuk pertumbuhan juga sebagian
akan terpakai untuk mencover kondisi seperti ini. Pemberian air gula secukupnya untuk menambah intake energi
terutama pada saat konsumsi pakan turun sangat diperlukan. 2. Energi untuk Produksi
- a. Pertumbuhan jaringan tubuh Pakan dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi asam amino nya dapat
memenuhi kebutuhan ayam. Namun demikian protein yang masuk kedalam tubuh ayam harus dipecah menjadi asamasam
amino, sebelum diserap oleh tubuh. Setelah itu asam-asam amino akan digunakan untuk pembentukan jaringan
tubuh (daging, bulu dan jaringan tubuh lainya) dan hal ini banyak membutuhkan energi.
- b. Penambahan lemak dan penyimpanan karbohidrat Metabolisme lemak lebih sederhana di bandngkan nutrient
lainya, kelebihan lemak akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak juga. Begitu juga dengan karbohidrat, jika
nutrient ini berlebih akan disimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh unggas.
- c. Telur dan semen Karena dipanen pada usia yang relatif muda, ayam broiler belum sampai pada masa reproduksi
yang tentunya membutuhkan energi untuk pembentukan semen dan telur. Bagaimanapun juga perhitungan energi untuk
ayam broiler bisa jadi tidak sama presis dengan kebutuhan ayam, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya
termasuk kondisi lingkungan dan kesehatan ayam itu sendiri. Namun demikian para nutritionist pastilah berusaha untuk
lebih tepat atau memberikan energi yang lebih tinggi dari kebutuhan pada saat lingkungan normal. (skm)
CJ Feed Indonesia
http://cjfeed.co.id Copyright 2007 by CJFeed Indonesia Generated: 23 October, 2010, 05:47
sumber : http://cjfeed.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=2197
Sabtu, 16 Oktober 2010
Menciptakan Broiler yang Seragam
22.40
No comments
Oleh: Urip Santoso
Ketidakseragaman berat badan akan meningkatkan biaya produksi sehingga menurunkankan pendapatan peternak. Ada cara praktis untuk mendapatkan broiler yang seragam.
Tujuan memelihara broiler adalah mendapatkan produktivitas yang tinggi serta menghasilkan berat badan yang dikehendaki pasar. Untuk mencapainya, seorang peternak harus berupaya agar broiler yang dipelihara sebagian besar mempunyai berat badan yang ideal pada umur pasar. Dengan demikian perlu diciptakan broiler yang mempunyai berat badan yang seragam.
Sebagai contoh, kerugian yang akan dialami oleh peternak jika berat badan broiler sangat bervariasi antara lain adalah produksi broiler setiap kandangnya menjadi berkurang, sementara biaya produksinya tetap. Hal ini tentu saja akan memperkecil keuntungan yang diperolehnya. Bervariasinya berat badan ini akan menghasilkan bervariasinya berat karkas atau daging yang diproduksi. Selain itu, konsumen cukup selektif dalam memilih karkas broiler. Mereka menyukai broiler/karkas broiler dengan berat tertentu. Oleh karena itu, bervariasinya berat badan akan berakibat tertundanya pemasaran yang berarti meningkatnya biaya produksi, atau lebih celakanya terpaksa dijual dengan murah.
Dibawah ini diberikan petunjuk praktis cara-cara membuat broiler seragam.
Memelihara betina atau jantan saja
Secara umum berat badan broiler jantan dan betina berbeda. Oleh karena itu, memelihara broiler secara terpisah sangat dianjurkan untuk menciptakan keseragaman. Namun, hal ini tampaknya sulit dilaksanakan mengingat industri bibit saat ini menjualnya secara mixed.
Membeli DOC yang seragam
Jika memungkinkan, peternak hendaknya membeli DOC yang berat badannya seragam. Hal ini tentu saja memerlukan kerja sama dengan industri bibit, dimana industri bibit selalu menyediakan bibit yang relatif seragam.
DOC segera diberi minum
Setelah perjalanan jauh yang ditempuh DOC, maka segera setelah sampai dikandang, DOC diberi air minum elektrolit dan energi. Pemberian air minum dilakukan untuk mencegah kehilangan air tubuh, sehingga kehilangan berat badan dapat dicegah. Pemberian energi, elektrolit dan vitamin juga dilakukan untuk mengganti elektrolit yang hilang, sedangkan energi yang diberikan sebagai sumber tenaga. Jika hal ini dilakukan, maka kehilangan berat badan dapat dicegah dan DOC mempunyai kesehatan yang optimal. Untuk memungkinkan semua DOC minum, maka segera setelah tiba, setiap DOC dituntun untuk minum, dan tambahkan jumlah air minum normal sebesar 50-100% selama 4-5 jam. Pakan dapat diberikan setelah periode ini.
Jika DOC terlambat minum air dalam waktu beberapa hari dapat terlihat ketidakseragaman.
Jumlah tempat pakan dan minum
Jumlah tempat pakan dan tempat air minum yang terlalu sedikit akan membuat ternak tidak mendapat makan dan minum secara merata. Ketidakmerataan ini dapat menyebabkan ketidakseragaman berat pasar. Hal ini tentu saja dapat menurunkan produksi ayam per kandangnya, yang berakibat langsung menurunkan keuntungan yang diperoleh peternak.
Biasanya peternak memberi tempat pakan sebanyak 20 buah untuk 1000 ekor. Hal ini tentunya untuk 1 tempat pakan diperuntukkan bagi 50 ekor ayam dewasa. Padahal kapasitas satu tempat pakan hanya berkisar antara 12-17 ekor. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terjadi variasi berat badan yang sangat lebar, yang artinya rendahnya keseragaman. Demikian pula kebutuhan tempat air minum, dapat menyebabkan ayam tidak minum secara serempak. Oleh karena itu untuk 1000 ekor ayam dewasa, membutuhkan 60 buah tempat minum.
Pakan/ransum
Pakan yang dicampur secara tidak merata dapat menyebabkan ketidakseragaman berat pasar ayam. Hal ini dikarenakan ayam tidak menerima zat gizi yang merata. Dengan kata lain, mungkin terdapat ayam yang menderita zat gizi yang berlebihan dan adapula yang kekurangan. Bentuk butiran yang terlalu besar dengan bahan pakan lainnya, karena ayam cenderung memilih butiran yang besar.
Untuk menghindari hal ini, maka pakan-pakan dibuat pelet. Dengan pelet ayam mau tidak mau akan memakan pakan tersebut tanpa bisa memilih.
Suhu kandang
Telah diketahui suhu bahwa suhu lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan ayam. Pada saat anak ayam masih memerlukan panas tambahan, maka seyogyanya ayam mendapat panas tambahan yang merata. Untuk itu, indukan harus diberikan cukup. Sebagai contoh anak ayam mendapat panas berlebihan, akan dapat menurunkan nafsu makan yang berarti anak ayam kurang mendapat gizi yang cukup. Suhu yang terlalu panas akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh. Demikian pula jika anak ayam kurang nyaman, dapat mengganggu proses metabolisme yang dapat menimbulkan abnormalitas.
Demikian pula jika salah letak posisi kandang, misalnya sebagian kandang yang lain terlindung dengan sinar matahari, hal ini tentunya menyebabkan perbedaan suhu dan kelembaban kurang. Hal ini menyebabkan ketidakseragaman berat badan.
Kepadatan kandang
Kepadatan kandang dapat mempengaruhi keseragaman berat badan. Kandang yang terlalu padat menyebabkan ayam tidak mendapatkan pakan dan minum secara serentak. Selain itu, kandang yang terlalu dapat menimbulkan kanibalisme dan kebutuhan zat gizi tertentu meningkat. Ketidakseragaman ini dapat menimbulkan prilaku dominasi pada sekelompok ayam.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan 14 ekor/m2, masih cukup baik. Jadi, untuk 1000 ekor broiler memerlukan kandang dengan ukuran 6 x 12 meter.
Penyakit dan abnormalitas
Kelainan metabolik seperti ascite, defisiensi dan kelebihan zat gizi, abnormalitas kaki serta penyakit infeksi dapat menimbulkan ketidakseragaman. Sebagai contoh, ayam yang mengalami kelainan kaki, menyebabkan ia sulit untuk mendapatkan makan dan minum. Hal ini mengakibatkan sebagian ayam kekurangan zat gizi, sehingga pertumbuhan terhambat.
Secara umum ayam yang terkena penyakit atau kelainan metabolisme turun nafsu makannya. Selain itu terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan ketidakefisienan penggunaan pakan yang dapat menghambat pertumbuhan.
Variasi dalam perlakuan terhadap individu
Cara memperlakukan individu juga dapat menghasilkan berat badan yang bervariasi. Ketika kita menangani ribuan ayam untuk vaksinasi, potong paruh dan pindah tempat, adalah sangat sulit untuk memperlakukan setiap ayam sama. Kita harus secara terus menerus memonitor para pegawai dan peralatan untuk meyakinkan bahwa metode kita diterapkan secara seragam bagi setiap ayam.
Kandang baterai yang meningkat
Pada industri broiler yang menggunakan kandang baterai bertingkat banyak, maka terjadi perbedaan terhadap mutu udara, pencahayaan dan suhu kandang. Perbedaan ini dapat menghasilkan variabilitas berat badan.
Pencahayaan
Pencayahaan secara alami memegang peranan penting terhadap keseragaman. Intensitas dan panjang matahari bervariasi dari hari ke hari karena musim, posisi matahari dan lekukan bumi. Panjang hari secara normal berkisar antara 15-30 menit sebelum matahari terbit sampai dengan 15-30 menit setelah matahari tenggelam.selama periode 15030 menit senjakala ini panjang gelombang 400-700 milimikron. Beberapa ayam akan mencari cara untuk mendapatkan tempat pakan dan makan ketika intensitas cahaya kurang dari 0,25 ft/candle (atau kurang dari 400 milimikron). Juga kondisi berawan, debu, air dalam udara dan faktor lain juga menurunkan panjang gelombang. Jadi jumlah stimulasi cahaya terhadap glandula pituitari mungkin berbeda pada ayam yang berbeda dan kandang yang berbeda. Hal ini menyebabkan sebagian ayam mencapai dewasa kelamin lebih awal.
Untuk mengatasi masalah ini, intensitas cahaya dapat disuplementasi secara buatan, jika cahaya yang tersedia secara alami menurun selama periode ”reading”, sehingga semua kandang memperoleh stimulasi yang sama untuk memperbaiki keseragaman.
Sistem pemberian pakan
Sistem pemberian pakan dapat mempengaruhi keseragaman. Pembatasan pakan di awal pertumbuhan yang salah dapat menyebabkan ketidakseragaman berat badan, tetapi sistem yang benar akan menghasilkan berat badan broiler yang lebih seragam.
Pemberian pakan harus dimulai 30 menit setelah matahari terbit untuk memberikan semua ayam kesempatan untuk makan pada waktu yang sama. Program a-skip-a-day akan membuat pakan lebih tersedia pada setiap waktu makan dan memberi semua ayam kesempatan untuk makan. Jika pakan bervariasi dalam ukuran juga akan menyebabkan ”selective-feeding” yang menyebabkan sebagian ayam kelebihan lemak. Untuk itu, keseragaman bentuk dan ukuran pakan harus diperhatikan.
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab ketidakseragaman berat badan pada broiler dapat diatasi oleh peternak. Pemeliharaan yang kurang baik akan menyebabkan ketidakseragaman yang kemudian dapat merugikan bagi peternak. Urip Santoso Ph.D., Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. POULTRY INDONESIA MARET 2000.
Sumber :klik disini
Ketidakseragaman berat badan akan meningkatkan biaya produksi sehingga menurunkankan pendapatan peternak. Ada cara praktis untuk mendapatkan broiler yang seragam.
Tujuan memelihara broiler adalah mendapatkan produktivitas yang tinggi serta menghasilkan berat badan yang dikehendaki pasar. Untuk mencapainya, seorang peternak harus berupaya agar broiler yang dipelihara sebagian besar mempunyai berat badan yang ideal pada umur pasar. Dengan demikian perlu diciptakan broiler yang mempunyai berat badan yang seragam.
Sebagai contoh, kerugian yang akan dialami oleh peternak jika berat badan broiler sangat bervariasi antara lain adalah produksi broiler setiap kandangnya menjadi berkurang, sementara biaya produksinya tetap. Hal ini tentu saja akan memperkecil keuntungan yang diperolehnya. Bervariasinya berat badan ini akan menghasilkan bervariasinya berat karkas atau daging yang diproduksi. Selain itu, konsumen cukup selektif dalam memilih karkas broiler. Mereka menyukai broiler/karkas broiler dengan berat tertentu. Oleh karena itu, bervariasinya berat badan akan berakibat tertundanya pemasaran yang berarti meningkatnya biaya produksi, atau lebih celakanya terpaksa dijual dengan murah.
Dibawah ini diberikan petunjuk praktis cara-cara membuat broiler seragam.
Memelihara betina atau jantan saja
Secara umum berat badan broiler jantan dan betina berbeda. Oleh karena itu, memelihara broiler secara terpisah sangat dianjurkan untuk menciptakan keseragaman. Namun, hal ini tampaknya sulit dilaksanakan mengingat industri bibit saat ini menjualnya secara mixed.
Membeli DOC yang seragam
Jika memungkinkan, peternak hendaknya membeli DOC yang berat badannya seragam. Hal ini tentu saja memerlukan kerja sama dengan industri bibit, dimana industri bibit selalu menyediakan bibit yang relatif seragam.
DOC segera diberi minum
Setelah perjalanan jauh yang ditempuh DOC, maka segera setelah sampai dikandang, DOC diberi air minum elektrolit dan energi. Pemberian air minum dilakukan untuk mencegah kehilangan air tubuh, sehingga kehilangan berat badan dapat dicegah. Pemberian energi, elektrolit dan vitamin juga dilakukan untuk mengganti elektrolit yang hilang, sedangkan energi yang diberikan sebagai sumber tenaga. Jika hal ini dilakukan, maka kehilangan berat badan dapat dicegah dan DOC mempunyai kesehatan yang optimal. Untuk memungkinkan semua DOC minum, maka segera setelah tiba, setiap DOC dituntun untuk minum, dan tambahkan jumlah air minum normal sebesar 50-100% selama 4-5 jam. Pakan dapat diberikan setelah periode ini.
Jika DOC terlambat minum air dalam waktu beberapa hari dapat terlihat ketidakseragaman.
Jumlah tempat pakan dan minum
Jumlah tempat pakan dan tempat air minum yang terlalu sedikit akan membuat ternak tidak mendapat makan dan minum secara merata. Ketidakmerataan ini dapat menyebabkan ketidakseragaman berat pasar. Hal ini tentu saja dapat menurunkan produksi ayam per kandangnya, yang berakibat langsung menurunkan keuntungan yang diperoleh peternak.
Biasanya peternak memberi tempat pakan sebanyak 20 buah untuk 1000 ekor. Hal ini tentunya untuk 1 tempat pakan diperuntukkan bagi 50 ekor ayam dewasa. Padahal kapasitas satu tempat pakan hanya berkisar antara 12-17 ekor. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terjadi variasi berat badan yang sangat lebar, yang artinya rendahnya keseragaman. Demikian pula kebutuhan tempat air minum, dapat menyebabkan ayam tidak minum secara serempak. Oleh karena itu untuk 1000 ekor ayam dewasa, membutuhkan 60 buah tempat minum.
Pakan/ransum
Pakan yang dicampur secara tidak merata dapat menyebabkan ketidakseragaman berat pasar ayam. Hal ini dikarenakan ayam tidak menerima zat gizi yang merata. Dengan kata lain, mungkin terdapat ayam yang menderita zat gizi yang berlebihan dan adapula yang kekurangan. Bentuk butiran yang terlalu besar dengan bahan pakan lainnya, karena ayam cenderung memilih butiran yang besar.
Untuk menghindari hal ini, maka pakan-pakan dibuat pelet. Dengan pelet ayam mau tidak mau akan memakan pakan tersebut tanpa bisa memilih.
Suhu kandang
Telah diketahui suhu bahwa suhu lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan ayam. Pada saat anak ayam masih memerlukan panas tambahan, maka seyogyanya ayam mendapat panas tambahan yang merata. Untuk itu, indukan harus diberikan cukup. Sebagai contoh anak ayam mendapat panas berlebihan, akan dapat menurunkan nafsu makan yang berarti anak ayam kurang mendapat gizi yang cukup. Suhu yang terlalu panas akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh. Demikian pula jika anak ayam kurang nyaman, dapat mengganggu proses metabolisme yang dapat menimbulkan abnormalitas.
Demikian pula jika salah letak posisi kandang, misalnya sebagian kandang yang lain terlindung dengan sinar matahari, hal ini tentunya menyebabkan perbedaan suhu dan kelembaban kurang. Hal ini menyebabkan ketidakseragaman berat badan.
Kepadatan kandang
Kepadatan kandang dapat mempengaruhi keseragaman berat badan. Kandang yang terlalu padat menyebabkan ayam tidak mendapatkan pakan dan minum secara serentak. Selain itu, kandang yang terlalu dapat menimbulkan kanibalisme dan kebutuhan zat gizi tertentu meningkat. Ketidakseragaman ini dapat menimbulkan prilaku dominasi pada sekelompok ayam.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan 14 ekor/m2, masih cukup baik. Jadi, untuk 1000 ekor broiler memerlukan kandang dengan ukuran 6 x 12 meter.
Penyakit dan abnormalitas
Kelainan metabolik seperti ascite, defisiensi dan kelebihan zat gizi, abnormalitas kaki serta penyakit infeksi dapat menimbulkan ketidakseragaman. Sebagai contoh, ayam yang mengalami kelainan kaki, menyebabkan ia sulit untuk mendapatkan makan dan minum. Hal ini mengakibatkan sebagian ayam kekurangan zat gizi, sehingga pertumbuhan terhambat.
Secara umum ayam yang terkena penyakit atau kelainan metabolisme turun nafsu makannya. Selain itu terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan ketidakefisienan penggunaan pakan yang dapat menghambat pertumbuhan.
Variasi dalam perlakuan terhadap individu
Cara memperlakukan individu juga dapat menghasilkan berat badan yang bervariasi. Ketika kita menangani ribuan ayam untuk vaksinasi, potong paruh dan pindah tempat, adalah sangat sulit untuk memperlakukan setiap ayam sama. Kita harus secara terus menerus memonitor para pegawai dan peralatan untuk meyakinkan bahwa metode kita diterapkan secara seragam bagi setiap ayam.
Kandang baterai yang meningkat
Pada industri broiler yang menggunakan kandang baterai bertingkat banyak, maka terjadi perbedaan terhadap mutu udara, pencahayaan dan suhu kandang. Perbedaan ini dapat menghasilkan variabilitas berat badan.
Pencahayaan
Pencayahaan secara alami memegang peranan penting terhadap keseragaman. Intensitas dan panjang matahari bervariasi dari hari ke hari karena musim, posisi matahari dan lekukan bumi. Panjang hari secara normal berkisar antara 15-30 menit sebelum matahari terbit sampai dengan 15-30 menit setelah matahari tenggelam.selama periode 15030 menit senjakala ini panjang gelombang 400-700 milimikron. Beberapa ayam akan mencari cara untuk mendapatkan tempat pakan dan makan ketika intensitas cahaya kurang dari 0,25 ft/candle (atau kurang dari 400 milimikron). Juga kondisi berawan, debu, air dalam udara dan faktor lain juga menurunkan panjang gelombang. Jadi jumlah stimulasi cahaya terhadap glandula pituitari mungkin berbeda pada ayam yang berbeda dan kandang yang berbeda. Hal ini menyebabkan sebagian ayam mencapai dewasa kelamin lebih awal.
Untuk mengatasi masalah ini, intensitas cahaya dapat disuplementasi secara buatan, jika cahaya yang tersedia secara alami menurun selama periode ”reading”, sehingga semua kandang memperoleh stimulasi yang sama untuk memperbaiki keseragaman.
Sistem pemberian pakan
Sistem pemberian pakan dapat mempengaruhi keseragaman. Pembatasan pakan di awal pertumbuhan yang salah dapat menyebabkan ketidakseragaman berat badan, tetapi sistem yang benar akan menghasilkan berat badan broiler yang lebih seragam.
Pemberian pakan harus dimulai 30 menit setelah matahari terbit untuk memberikan semua ayam kesempatan untuk makan pada waktu yang sama. Program a-skip-a-day akan membuat pakan lebih tersedia pada setiap waktu makan dan memberi semua ayam kesempatan untuk makan. Jika pakan bervariasi dalam ukuran juga akan menyebabkan ”selective-feeding” yang menyebabkan sebagian ayam kelebihan lemak. Untuk itu, keseragaman bentuk dan ukuran pakan harus diperhatikan.
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab ketidakseragaman berat badan pada broiler dapat diatasi oleh peternak. Pemeliharaan yang kurang baik akan menyebabkan ketidakseragaman yang kemudian dapat merugikan bagi peternak. Urip Santoso Ph.D., Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. POULTRY INDONESIA MARET 2000.
Sumber :klik disini
Review Antibiotik untuk Ayam
Antibiotik telah menjadi salah satu bagian yang mendukung produktivitas ayam, produksi telur dan pertumbuhan. Penggunaan antibiotik telah menjadi suatu kebutuhan dalam menjaga maupun memulihkan kesehatan ayam.
Kompleksitas penyakit yang menyerang menuntut kita menggunakan antibiotik secara tepat. Pemahaman kita mengenai antibiotik, baik karakter atau sifatnya sampai hal-hal yang berpengaruh terhadap daya kerja antibiotik haruslah kita optimalkan.
Penggunaan antibiotik bisa diibaratkan seperti pisau bermata dua. Disatu sisi antibiotik ini akan memberikan manfaat dikala diberikan secara tepat, namun bukan hal yang tidak mungkin pemakaiannya juga akan menimbulkan efek negatif, misalnya saja keracunan, disaat antibiotik diberikan secara kurang tepat.
Makna Antibiotik
Antibiotik bisa berarti zat aktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun sintesis (buatan) yang dapat digunakan dalam konsentrasi rendah untuk menghambat atau membunuh organisme, baik bakteri, Mycoplasma maupun protozoa. Secara khusus antibiotik digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik bekerja dengan cara menekan atau memutus mata rantai metabolisme dalam tubuh mikroorganisme. Berbeda dengan desinfektan yang membasmi bibit penyakit dengan menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi bibit penyakit tersebut.
Antibiotik awalnya ditemukan Alexander Fleming pada 1928 dan dinamakan penicillin G. Awalnya secara tidak sengaja kapang tumbuh di sediaan bakteri pada cawan petri yang lupa dibersihkan. Di bagian tumbuhnya kapang itu bakteri tidak ada yang berkembang, kondisi ini menstimulasi Alexander melakukan penilitian dan dari sanalah ditemukan antibiotik.
Karakteristik suatu antibiotik yaitu memiliki aktivitas menghambat (bakteriostatik) atau membunuh (bakterisid) mikroorganisme patogen. Toksisitas antibiotik juga bersifat selektif, dimana antibiotik ini aman bagi ayam namun bersifat racun (toksik) bagi mikroorganisme patogen.
Antibiotik dalam dosis tepat akan mampu secara aktif membunuh bibit penyakit dan mempunyai indeks terapi yang relatif aman. Indeks terapi diperoleh dari perbandingan dosis yang mengakibatkan kematian atau membahayakan (lethal dose) dibandingkan dosis yang efektif untuk membasmi penyakit (effective dose). Nilai indeks terapi yang semakin tinggi menunjukkan antibiotik semakin aman bagi ayam. Hal ini dapat diartikan antibiotik memiliki dosis membahayakan yang sangat tinggi dan dengan dosis yang kecil antibiotik telah efektif membasmi bibit penyakit.
Dalam dunia perunggasan, antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan atau pencegahan penyakit. Selain itu, ada beberapa antibiotik yang difungsikan sebagai growth/egg promoter.

Kelompok Antibiotik
Saat ini telah ditemukan begitu banyak antibiotik, baik natural (alami) maupun sintetis (buatan). Antibiotik-antibiotik itu bisa diklasifikasikan ke dalam setidaknya tiga kelompok antibiotik berdasarkan spektrum kerja, sifat maupun struktur kimia.
Berdasarkan spektrum kerja, antibiotik dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
Berspektrum sempit
Kelompok antibiotik ini hanya bekerja aktif terhadap bakteri tertentu, yaitu Gram (+) atau Gram (-) saja. Sebagai contohnya golongan peptida yang hanya bekerja aktif pada bakteri Gram (-). Golongan makrolida juga memiliki spektrum kerja sempit, hanya efektif untuk bakteri Gram (+) dan Mycoplasma. Sediaan antibiotik ini relatif jarang ditemukan, biasanya antibiotik ini diformulasikan berkombinasi dengan antibiotik lain sehingga memiliki spektrum yang lebih luas. Tysinol dan Tyfural merupakan contoh sediaan yang mengandung antibiotik dengan spektrum kerja sempit.
Antibiotik dengan spektrum kerja sempit hendaknya digunakan saat diagnosa penyakit telah dipastikan. Dan daya kerja antibiotik ini akan lebih optimal jika penyakit disebabkan oleh satu jenis bakteri.
Berspektrum luas
Antibiotik ini memiliki kemampuan membunuh beberapa macam bakteri, yaitu Gram (+) sekaligus Gram (-) dan juga Mycoplasma serta protozoa. Antibiotik golongan ini biasanya digunakan pada saat gejala ayam sakit belum spesifik atau sebagai upaya pencegahan serangan penyakit pada saat kondisi kandang tidak nyaman. Ayam yang terserang komplikasi beberapa jenis bakteri juga bisa diatasi dengan pemberian antibiotik dengan spektrum luas ini.
Fluoroquinolon, tetrasiklin dan sulfonamida merupakan golongan antibiotik yang memiliki spektrum kerja luas. Produk Medion yang memiliki spektrum kerja luas antara lain Proxan-C, Proxan-S, Neo Meditril, Trimezyn, Sulfamix atau Vita Tetra Chlor.
Berdasarkan sifatnya, antibiotik dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisid. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri melalui mekanisme hambatan sintesis protein. Pemberian antibiotik ini akan menekan konsentrasi atau jumlah bakteri yang menginfeksi sehingga berada dibawah batas konsentrasi untuk menimbulkan gejala klinis.
Lain halnya dengan antibiotik bakterisid yang bekerja membunuh bakteri. Mekanisme kerjanya dengan menghambat pembentukan dinding sel dan membran sel maupun menghambat pembentukan DNA atau inti sel.
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik antara lain golongan makrolida, tetrasiklin, sulfonamida dan diaminopirimidin yang terdapat pada Tyfural, Coxy atau Doxyvet. Aminoglikosida, fluoroquinolon, penisilin dan peptida merupakan golongan antibiotik yang bersifat bakterisid. Contoh produknya antara lain Gentamin, Vet Strep, Proxan-C dan Neo Meditril.

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dapat dibedakan menjadi 8 golongan, yaitu penisilin, aminoglikosida, fluoroquinolon, peptida, makrolida, tetrasiklin, sulfonamida dan diaminopirimidin.
Penisilin
Penisilin merupakan antibiotik yang bersifat bakterisid (membunuh). Turunan terbaru dari antibiotik yang ditemukan pertama kali pada tahun 1928 tersebut efektif membasmi bakteri Gram (+) dan Gram (-). Antibiotik hasil penemuan Fleming ini mudah diserap oleh tubuh melalui usus dan cepat masuk ke darah.
Antibiotik yang termasuk antibiotik -laktam ini bekerja pada dinding sel bakteri dan berikatan dengan penicillin binding protein. Mekanisme ini akan mengakibatkan bakteri mati. Amoxitin dan Ampicol mempunyai kandungan aktif antibiotik ini.
Aminoglikosida
Antibiotik yang mengandung amino dan glikosida ini bekerja secara langsung pada ribosom bakteri, membran sel dan menghambat sintesa protein sehingga bakteri akan mati (bakterisid). Antibiotik ini tidak bisa diserap melalui usus sehingga untuk tujuan pengobatan yang bersifat sistemik aplikasinya dilakukan secara injeksi (suntikan), baik subkutan (bawah kulit) maupun intramuskuler (tembus dinding atau otot).
Saat diberikan, antibiotik ini akan bekerja optimal membasmi bakteri Gram (+) dan Gram (-). Hanya saja saat terjadi gangguan ginjal, seperti pada kasus infeksi Gumboro maupun infectious bronchitis (IB) pemakaian antibiotik ini hendaknya dihindari karena akan memicu kerusakan ginjal yang lebih parah. Contoh obat yang mengandung antibiotik golongan aminoglikosida adalah Gentamin, Kanamin dan Vet Strep.
Fluoroquinolon

Struktur salah satu antibiotik fluoroquinolon
Antibiotik ini mulai dikenal tahun 1962 oleh Lesher. Pada aplikasinya, sediaan obat yang mengandung antibiotik golongan fluoroquinolon banyak tersedia. Proxan-S, Proxan-C, Neo Meditril, Doctril dan Coliquin merupakan contoh sediaan antibiotik dari golongan fluoroquinolon.
Ketika “kontak” dengan bakteri, flouroquinolon akan menyerang inti sel (DNA) bakteri dengan menghambat enzim DNA gyrase. Mekanisme ini akan mengakibatkan bakteri mati (bakterisid). Antibiotik ini memiliki spektrum kerja yang luas, baik terhadap bakteri Gram (+), Gram (-) dan Mycoplasma.
Aplikasi pemberiannya dapat dilakukan secara oral (melalui saluran pencernaan) maupun injeksi, baik subkutan atau intramuskuler. Agar obat bekerja optimal hindari adanya mineral/logam seperti Ca2+, Mg2+ dan Al3+ dalam air minum yang digunakan untuk melarutkan obat karena bisa menurunkan penyerapan obat di saluran pencernaan.
Peptida
Antibiotik ini bekerja aktif membunuh (bakterisid) bakteri Gram (-) dengan cara merusak atau menghambat membran sel. Antibiotik golongan ini tidak diserap oleh usus sehingga lokasi kerjanya bersifat lokal. Obat yang hanya mengandung antibiotik golongan peptida relatif jarang, biasanya dikombinasikan dengan golongan lain untuk meningkatkan potensi dan spektrum kerjanya, seperti Amoxitin dan Tycotil.
Makrolida

Struktur antibiotik golongan makrolida
Golongan antibiotik ini efektif untuk mengatasi bakteri Gram (+) dan Mycoplasma. Pemberian antibiotik ini akan bekerja mengganggu proses sintesis protein melalui mekanisme berikatan dengan ribosom 30S.
*
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dengan cara menghambat sintesis protein dengan berikatan pada ribosom 30S. Antibiotik yang ditemukan pertama kali oleh Lloyd Conover ini memiliki spektrum kerja yang luas, dimana bisa mengatasi infeksi bakteri Gram (+), Gram (-) dan Mycoplasma.
Cara aplikasi antibiotik golongan tetrasiklin bisa dilakukan melalui oral maupun suntikan (subkutan atau intramuskuler). Hanya saja jika diberikan melalui oral sebaiknya memperhatikan kandungan logam Ca2+, Mg2+ dan Al3+ karena dapat menurunkan daya serap saat berada di usus. Feed supplement yang mengandung mineral sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda dengan pemberian antibiotik fluoroquinolon dan tetrasiklin, misalnya pemberian antibiotik pada pagi hingga sore hari dan supplement pada malam hari atau setelah pengobatan berakhir.
Medion telah memproduksi obat dengan kandungan antibiotik dari golongan tetrasiklin, diantaranya Doxyvet, Koleridin maupun Vita Tetra Chlor.
*
Sulfonamida
Sulfamix, Coxy, Trimezyn dan Respiratrek adalah produk Medion yang mengandung antibiotik dari golongan sulfonamida. Antibiotik yang ditemukan Gerhard Domagk ini telah dikenal luas oleh masyarakat, termasuk masyarakat peternakan.
Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, yaitu bekerja menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanismenya melalui hambatan pada sintesis asam folat sehingga mengganggu perkembangan bakteri. Saat diberikan pada ayam baik secara oral maupun suntikan (subkutan, intramuskuler), antibiotik yang telah digunakan sejak 1933 ini akan mampu mengatasi infeksi bakteri Gram (+), Gram (-) dan protozoa. Agar daya kerja lebih optimal, saat pemberian obat dengan kandungan antibiotik ini sebaiknya tidak diberikan suplemen berupa vitamin B dan atau asam amino. Selain itu, saat ayam mengalami gangguan ginjal sebaiknya penggunaan antibiotik ini dihindari.

Struktur kimia salah satu antibiotik golongan sulfonamida
Diaminopirimidin
Antibiotik golongan ini bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja dari antibiotik ini ialah menghambat sistesis (pembentukan) asam folat. Pemberiannya efektif untuk mengatasi serangan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Aplikasinya dapat dilakukan secara oral maupun suntikan, baik subkutan maupun injeksi.

Daya kerja yang sinergis antara sulfonamida dan diaminopirimidin
Antibiotik ini biasanya dikombinasikan dengan golongan sulfonamida untuk meningkatkan daya kerjanya dan menurunkan tingkat resistensi bakteri terhadap kedua antibiotik ini. Kedua antibiotik ini memiliki mekanisme kerja yang sinergis, saling menguatkan. Trimezyn, Respiratrek, Erysuprim dan Antikoksi ialah produk Medion yang mengandung kombinasi kedua antibiotik tersebut.
Golongan antibiotik yang telah disebutkan sebelumnya bisa diformulasikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Tujuan kombinasi ini antara lain meningkatkan daya kerja dan spektrum kerja, menurunkan efek samping serta meminimalkan terjadinya resistensi. Hanya saja kombinasi ini tidak serta merta bisa dilakukan, alih-alih kombinasi yang tidak sesuai akan menurunkan daya kerjanya. Syarat kombinasi antibiotik ini haruslah dapat tercampur secara fisik, kimia dan farmakologi.
*
Tercampur secara fisik artinya kedua antibiotik dapat tercampur homogen
*
Tercampur secara kimia : saat antibiotik dicampurkan tidak terjadi reaksi kimia yang merugikan diantara keduanya, yang biasanya ditandai dengan perubahan warna yang berbeda dari kedua warna produk, adanya endapan atau terbentuknya gas
*
Tercampur secara farmakologi yaitu tidak terjadi interaksi antara kedua antibiotik yang menyebabkan turunnya potensi atau meningkatnya efek samping atau toksisitas
Melihat persyaratan tersebut, alangkah lebih baiknya jika kita membatasi pencampuran antibiotik yang dilakukan sendiri, tanpa pengetahuan yang lengkap. Bukan sebuah keniscayaan jika kombinasi antibiotik tidak tepat malah akan menurunkan potensi atau daya kerjanya. Sebagian besar produk obat Medion telah tersedia dalam bentuk kombinasi sehingga kita bisa menggunakan produk yang sudah ada.
Aplikasi Antibiotik
Pengetahuan kita mengenai antibiotik menjadi dasar kita untuk memilih obat yang tepat. Agar antibiotik ini bekerja secara optimal kita hendaknya memahami mengenai prinsip pengobatan, yaitu :
Obat harus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang
Setiap obat memiliki efek yang berbeda dan spesifik untuk setiap penyakit. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka tidak akan diperoleh efek pengobatan yang diinginkan. Contoh : Pengobatan dengan Ampicol atau Amoxitin untuk mengatasi penyakit CRD tidak akan berhasil karena bakteri penyebab CRD, yaitu Mycoplasma gallisepticum tidak punya dinding sel sebagai reseptor Ampicol atau Amoxitin. Sebaiknya obat yang diberikan dari golongan tetrasiklin seperti Doxyvet karena kemampuannya menghambat sintesis protein pada reseptor M. gallisepticum (ribosom 30S)

Struktur tubuh M. gallisepticum yang tidak memiliki dinding sel
*
Obat bisa mencapai organ sakit atau lokasi kerja
Pemilihan rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan. Untuk mengobati penyakit infeksi pernapasan yang parah dan diinginkan efek segera, maka rute parenteral (injeksi atau suntikan) menjadi pilihan utama. Bila tidak tersedia sediaan parenteral, maka sediaan oral melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang mempunyai efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan. Dengan memilih dan mengaplikasikan rute pengobatan yang benar, maka kemungkinan obat rusak atau tereliminasi sebelum mencapai organ target dapat diminimalisasi
*
Obat mencapai kadar yang cukup
Untuk menghasilkan efek pengobatan, obat harus mencapai kadar efektif minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.
Kadar obat di dalam tubuh dipengaruhi oleh kondisi alamiah tubuh ayam sendiri, dimana ayam mempunyai respon yang berbeda terhadap obat yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. “Nasib” obat di dalam tubuh ayam dapat diketahui melalui uji farmakokinetik. Para apoteker dan dokter hewan menggunakan hasil uji farmakokinetik tersebut sebagai dasar penentuan dosis sehingga obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup melalui rute pengobatan tertentu
*
Obat mampu bertahan dalam waktu yang cukup
Secara alami, kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu (dieliminasi dari tubuh). Ada parameter penting yang berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat, yaitu waktu paruh. Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah.
Oleh karena itu, saat melakukan pengobatan kita harus tepat dalam mendiagnosa penyakit, memilih jenis obat, menentukan rute pemberian obat (oral, suntikan) maupun dosis dan lama pemberian obat sesuai dengan dosis dan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet.
Beberapa hal yang harus dihindari saat proses pengobatan agar daya kerja atau keampuhan obat tetap optimal diantaranya mencampur obat dengan desinfektan karena dapat menurunkan potensi bahkan merusak obat. Hindari pula penggunaan air dengan kualitas rendah. Air minum dengan kesadahan tinggi akan mengakibatkan terbentuknya senyawa kompleks dengan tetrasiklin. pH air minum yang tinggi dapat menyebabkan Doxyvet, Amoxitin maupun Trimezyn mengendap sedangkan pH yang rendah akan mengendapkan Respiratrek.
Antibiotik bisa diibaratkan pisau bermata dua. Aplikasi yang tepat akan menghasilkan efek menekan atau membasmi bibit penyakit, namun diberikan sembarangan akan merugikan ayam. Antibiotik harus diberikan secara tepat agar daya kerjanya optimal.
Info Medion Edisi Agustus 2009
http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/pengobatan-a-vaksinasi/review-antibiotik
Kompleksitas penyakit yang menyerang menuntut kita menggunakan antibiotik secara tepat. Pemahaman kita mengenai antibiotik, baik karakter atau sifatnya sampai hal-hal yang berpengaruh terhadap daya kerja antibiotik haruslah kita optimalkan.
Penggunaan antibiotik bisa diibaratkan seperti pisau bermata dua. Disatu sisi antibiotik ini akan memberikan manfaat dikala diberikan secara tepat, namun bukan hal yang tidak mungkin pemakaiannya juga akan menimbulkan efek negatif, misalnya saja keracunan, disaat antibiotik diberikan secara kurang tepat.
Makna Antibiotik
Antibiotik bisa berarti zat aktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun sintesis (buatan) yang dapat digunakan dalam konsentrasi rendah untuk menghambat atau membunuh organisme, baik bakteri, Mycoplasma maupun protozoa. Secara khusus antibiotik digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik bekerja dengan cara menekan atau memutus mata rantai metabolisme dalam tubuh mikroorganisme. Berbeda dengan desinfektan yang membasmi bibit penyakit dengan menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi bibit penyakit tersebut.
Antibiotik awalnya ditemukan Alexander Fleming pada 1928 dan dinamakan penicillin G. Awalnya secara tidak sengaja kapang tumbuh di sediaan bakteri pada cawan petri yang lupa dibersihkan. Di bagian tumbuhnya kapang itu bakteri tidak ada yang berkembang, kondisi ini menstimulasi Alexander melakukan penilitian dan dari sanalah ditemukan antibiotik.
Karakteristik suatu antibiotik yaitu memiliki aktivitas menghambat (bakteriostatik) atau membunuh (bakterisid) mikroorganisme patogen. Toksisitas antibiotik juga bersifat selektif, dimana antibiotik ini aman bagi ayam namun bersifat racun (toksik) bagi mikroorganisme patogen.
Antibiotik dalam dosis tepat akan mampu secara aktif membunuh bibit penyakit dan mempunyai indeks terapi yang relatif aman. Indeks terapi diperoleh dari perbandingan dosis yang mengakibatkan kematian atau membahayakan (lethal dose) dibandingkan dosis yang efektif untuk membasmi penyakit (effective dose). Nilai indeks terapi yang semakin tinggi menunjukkan antibiotik semakin aman bagi ayam. Hal ini dapat diartikan antibiotik memiliki dosis membahayakan yang sangat tinggi dan dengan dosis yang kecil antibiotik telah efektif membasmi bibit penyakit.
Dalam dunia perunggasan, antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan atau pencegahan penyakit. Selain itu, ada beberapa antibiotik yang difungsikan sebagai growth/egg promoter.

Kelompok Antibiotik
Saat ini telah ditemukan begitu banyak antibiotik, baik natural (alami) maupun sintetis (buatan). Antibiotik-antibiotik itu bisa diklasifikasikan ke dalam setidaknya tiga kelompok antibiotik berdasarkan spektrum kerja, sifat maupun struktur kimia.
Berdasarkan spektrum kerja, antibiotik dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
Berspektrum sempit
Kelompok antibiotik ini hanya bekerja aktif terhadap bakteri tertentu, yaitu Gram (+) atau Gram (-) saja. Sebagai contohnya golongan peptida yang hanya bekerja aktif pada bakteri Gram (-). Golongan makrolida juga memiliki spektrum kerja sempit, hanya efektif untuk bakteri Gram (+) dan Mycoplasma. Sediaan antibiotik ini relatif jarang ditemukan, biasanya antibiotik ini diformulasikan berkombinasi dengan antibiotik lain sehingga memiliki spektrum yang lebih luas. Tysinol dan Tyfural merupakan contoh sediaan yang mengandung antibiotik dengan spektrum kerja sempit.
Antibiotik dengan spektrum kerja sempit hendaknya digunakan saat diagnosa penyakit telah dipastikan. Dan daya kerja antibiotik ini akan lebih optimal jika penyakit disebabkan oleh satu jenis bakteri.
Berspektrum luas
Antibiotik ini memiliki kemampuan membunuh beberapa macam bakteri, yaitu Gram (+) sekaligus Gram (-) dan juga Mycoplasma serta protozoa. Antibiotik golongan ini biasanya digunakan pada saat gejala ayam sakit belum spesifik atau sebagai upaya pencegahan serangan penyakit pada saat kondisi kandang tidak nyaman. Ayam yang terserang komplikasi beberapa jenis bakteri juga bisa diatasi dengan pemberian antibiotik dengan spektrum luas ini.
Fluoroquinolon, tetrasiklin dan sulfonamida merupakan golongan antibiotik yang memiliki spektrum kerja luas. Produk Medion yang memiliki spektrum kerja luas antara lain Proxan-C, Proxan-S, Neo Meditril, Trimezyn, Sulfamix atau Vita Tetra Chlor.
Berdasarkan sifatnya, antibiotik dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisid. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri melalui mekanisme hambatan sintesis protein. Pemberian antibiotik ini akan menekan konsentrasi atau jumlah bakteri yang menginfeksi sehingga berada dibawah batas konsentrasi untuk menimbulkan gejala klinis.
Lain halnya dengan antibiotik bakterisid yang bekerja membunuh bakteri. Mekanisme kerjanya dengan menghambat pembentukan dinding sel dan membran sel maupun menghambat pembentukan DNA atau inti sel.
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik antara lain golongan makrolida, tetrasiklin, sulfonamida dan diaminopirimidin yang terdapat pada Tyfural, Coxy atau Doxyvet. Aminoglikosida, fluoroquinolon, penisilin dan peptida merupakan golongan antibiotik yang bersifat bakterisid. Contoh produknya antara lain Gentamin, Vet Strep, Proxan-C dan Neo Meditril.

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dapat dibedakan menjadi 8 golongan, yaitu penisilin, aminoglikosida, fluoroquinolon, peptida, makrolida, tetrasiklin, sulfonamida dan diaminopirimidin.
Penisilin
Penisilin merupakan antibiotik yang bersifat bakterisid (membunuh). Turunan terbaru dari antibiotik yang ditemukan pertama kali pada tahun 1928 tersebut efektif membasmi bakteri Gram (+) dan Gram (-). Antibiotik hasil penemuan Fleming ini mudah diserap oleh tubuh melalui usus dan cepat masuk ke darah.
Antibiotik yang termasuk antibiotik -laktam ini bekerja pada dinding sel bakteri dan berikatan dengan penicillin binding protein. Mekanisme ini akan mengakibatkan bakteri mati. Amoxitin dan Ampicol mempunyai kandungan aktif antibiotik ini.
Aminoglikosida
Antibiotik yang mengandung amino dan glikosida ini bekerja secara langsung pada ribosom bakteri, membran sel dan menghambat sintesa protein sehingga bakteri akan mati (bakterisid). Antibiotik ini tidak bisa diserap melalui usus sehingga untuk tujuan pengobatan yang bersifat sistemik aplikasinya dilakukan secara injeksi (suntikan), baik subkutan (bawah kulit) maupun intramuskuler (tembus dinding atau otot).
Saat diberikan, antibiotik ini akan bekerja optimal membasmi bakteri Gram (+) dan Gram (-). Hanya saja saat terjadi gangguan ginjal, seperti pada kasus infeksi Gumboro maupun infectious bronchitis (IB) pemakaian antibiotik ini hendaknya dihindari karena akan memicu kerusakan ginjal yang lebih parah. Contoh obat yang mengandung antibiotik golongan aminoglikosida adalah Gentamin, Kanamin dan Vet Strep.
Fluoroquinolon

Struktur salah satu antibiotik fluoroquinolon
Antibiotik ini mulai dikenal tahun 1962 oleh Lesher. Pada aplikasinya, sediaan obat yang mengandung antibiotik golongan fluoroquinolon banyak tersedia. Proxan-S, Proxan-C, Neo Meditril, Doctril dan Coliquin merupakan contoh sediaan antibiotik dari golongan fluoroquinolon.
Ketika “kontak” dengan bakteri, flouroquinolon akan menyerang inti sel (DNA) bakteri dengan menghambat enzim DNA gyrase. Mekanisme ini akan mengakibatkan bakteri mati (bakterisid). Antibiotik ini memiliki spektrum kerja yang luas, baik terhadap bakteri Gram (+), Gram (-) dan Mycoplasma.
Aplikasi pemberiannya dapat dilakukan secara oral (melalui saluran pencernaan) maupun injeksi, baik subkutan atau intramuskuler. Agar obat bekerja optimal hindari adanya mineral/logam seperti Ca2+, Mg2+ dan Al3+ dalam air minum yang digunakan untuk melarutkan obat karena bisa menurunkan penyerapan obat di saluran pencernaan.
Peptida
Antibiotik ini bekerja aktif membunuh (bakterisid) bakteri Gram (-) dengan cara merusak atau menghambat membran sel. Antibiotik golongan ini tidak diserap oleh usus sehingga lokasi kerjanya bersifat lokal. Obat yang hanya mengandung antibiotik golongan peptida relatif jarang, biasanya dikombinasikan dengan golongan lain untuk meningkatkan potensi dan spektrum kerjanya, seperti Amoxitin dan Tycotil.
Makrolida

Struktur antibiotik golongan makrolida
Golongan antibiotik ini efektif untuk mengatasi bakteri Gram (+) dan Mycoplasma. Pemberian antibiotik ini akan bekerja mengganggu proses sintesis protein melalui mekanisme berikatan dengan ribosom 30S.
*
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dengan cara menghambat sintesis protein dengan berikatan pada ribosom 30S. Antibiotik yang ditemukan pertama kali oleh Lloyd Conover ini memiliki spektrum kerja yang luas, dimana bisa mengatasi infeksi bakteri Gram (+), Gram (-) dan Mycoplasma.
Cara aplikasi antibiotik golongan tetrasiklin bisa dilakukan melalui oral maupun suntikan (subkutan atau intramuskuler). Hanya saja jika diberikan melalui oral sebaiknya memperhatikan kandungan logam Ca2+, Mg2+ dan Al3+ karena dapat menurunkan daya serap saat berada di usus. Feed supplement yang mengandung mineral sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda dengan pemberian antibiotik fluoroquinolon dan tetrasiklin, misalnya pemberian antibiotik pada pagi hingga sore hari dan supplement pada malam hari atau setelah pengobatan berakhir.
Medion telah memproduksi obat dengan kandungan antibiotik dari golongan tetrasiklin, diantaranya Doxyvet, Koleridin maupun Vita Tetra Chlor.
*
Sulfonamida
Sulfamix, Coxy, Trimezyn dan Respiratrek adalah produk Medion yang mengandung antibiotik dari golongan sulfonamida. Antibiotik yang ditemukan Gerhard Domagk ini telah dikenal luas oleh masyarakat, termasuk masyarakat peternakan.
Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, yaitu bekerja menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanismenya melalui hambatan pada sintesis asam folat sehingga mengganggu perkembangan bakteri. Saat diberikan pada ayam baik secara oral maupun suntikan (subkutan, intramuskuler), antibiotik yang telah digunakan sejak 1933 ini akan mampu mengatasi infeksi bakteri Gram (+), Gram (-) dan protozoa. Agar daya kerja lebih optimal, saat pemberian obat dengan kandungan antibiotik ini sebaiknya tidak diberikan suplemen berupa vitamin B dan atau asam amino. Selain itu, saat ayam mengalami gangguan ginjal sebaiknya penggunaan antibiotik ini dihindari.

Struktur kimia salah satu antibiotik golongan sulfonamida
Diaminopirimidin
Antibiotik golongan ini bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja dari antibiotik ini ialah menghambat sistesis (pembentukan) asam folat. Pemberiannya efektif untuk mengatasi serangan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Aplikasinya dapat dilakukan secara oral maupun suntikan, baik subkutan maupun injeksi.

Daya kerja yang sinergis antara sulfonamida dan diaminopirimidin
Antibiotik ini biasanya dikombinasikan dengan golongan sulfonamida untuk meningkatkan daya kerjanya dan menurunkan tingkat resistensi bakteri terhadap kedua antibiotik ini. Kedua antibiotik ini memiliki mekanisme kerja yang sinergis, saling menguatkan. Trimezyn, Respiratrek, Erysuprim dan Antikoksi ialah produk Medion yang mengandung kombinasi kedua antibiotik tersebut.
Golongan antibiotik yang telah disebutkan sebelumnya bisa diformulasikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Tujuan kombinasi ini antara lain meningkatkan daya kerja dan spektrum kerja, menurunkan efek samping serta meminimalkan terjadinya resistensi. Hanya saja kombinasi ini tidak serta merta bisa dilakukan, alih-alih kombinasi yang tidak sesuai akan menurunkan daya kerjanya. Syarat kombinasi antibiotik ini haruslah dapat tercampur secara fisik, kimia dan farmakologi.
*
Tercampur secara fisik artinya kedua antibiotik dapat tercampur homogen
*
Tercampur secara kimia : saat antibiotik dicampurkan tidak terjadi reaksi kimia yang merugikan diantara keduanya, yang biasanya ditandai dengan perubahan warna yang berbeda dari kedua warna produk, adanya endapan atau terbentuknya gas
*
Tercampur secara farmakologi yaitu tidak terjadi interaksi antara kedua antibiotik yang menyebabkan turunnya potensi atau meningkatnya efek samping atau toksisitas
Melihat persyaratan tersebut, alangkah lebih baiknya jika kita membatasi pencampuran antibiotik yang dilakukan sendiri, tanpa pengetahuan yang lengkap. Bukan sebuah keniscayaan jika kombinasi antibiotik tidak tepat malah akan menurunkan potensi atau daya kerjanya. Sebagian besar produk obat Medion telah tersedia dalam bentuk kombinasi sehingga kita bisa menggunakan produk yang sudah ada.
Aplikasi Antibiotik
Pengetahuan kita mengenai antibiotik menjadi dasar kita untuk memilih obat yang tepat. Agar antibiotik ini bekerja secara optimal kita hendaknya memahami mengenai prinsip pengobatan, yaitu :
Obat harus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang
Setiap obat memiliki efek yang berbeda dan spesifik untuk setiap penyakit. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka tidak akan diperoleh efek pengobatan yang diinginkan. Contoh : Pengobatan dengan Ampicol atau Amoxitin untuk mengatasi penyakit CRD tidak akan berhasil karena bakteri penyebab CRD, yaitu Mycoplasma gallisepticum tidak punya dinding sel sebagai reseptor Ampicol atau Amoxitin. Sebaiknya obat yang diberikan dari golongan tetrasiklin seperti Doxyvet karena kemampuannya menghambat sintesis protein pada reseptor M. gallisepticum (ribosom 30S)

Struktur tubuh M. gallisepticum yang tidak memiliki dinding sel
*
Obat bisa mencapai organ sakit atau lokasi kerja
Pemilihan rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan. Untuk mengobati penyakit infeksi pernapasan yang parah dan diinginkan efek segera, maka rute parenteral (injeksi atau suntikan) menjadi pilihan utama. Bila tidak tersedia sediaan parenteral, maka sediaan oral melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang mempunyai efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan. Dengan memilih dan mengaplikasikan rute pengobatan yang benar, maka kemungkinan obat rusak atau tereliminasi sebelum mencapai organ target dapat diminimalisasi
*
Obat mencapai kadar yang cukup
Untuk menghasilkan efek pengobatan, obat harus mencapai kadar efektif minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.
Kadar obat di dalam tubuh dipengaruhi oleh kondisi alamiah tubuh ayam sendiri, dimana ayam mempunyai respon yang berbeda terhadap obat yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. “Nasib” obat di dalam tubuh ayam dapat diketahui melalui uji farmakokinetik. Para apoteker dan dokter hewan menggunakan hasil uji farmakokinetik tersebut sebagai dasar penentuan dosis sehingga obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup melalui rute pengobatan tertentu
*
Obat mampu bertahan dalam waktu yang cukup
Secara alami, kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu (dieliminasi dari tubuh). Ada parameter penting yang berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat, yaitu waktu paruh. Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah.
Oleh karena itu, saat melakukan pengobatan kita harus tepat dalam mendiagnosa penyakit, memilih jenis obat, menentukan rute pemberian obat (oral, suntikan) maupun dosis dan lama pemberian obat sesuai dengan dosis dan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet.
Beberapa hal yang harus dihindari saat proses pengobatan agar daya kerja atau keampuhan obat tetap optimal diantaranya mencampur obat dengan desinfektan karena dapat menurunkan potensi bahkan merusak obat. Hindari pula penggunaan air dengan kualitas rendah. Air minum dengan kesadahan tinggi akan mengakibatkan terbentuknya senyawa kompleks dengan tetrasiklin. pH air minum yang tinggi dapat menyebabkan Doxyvet, Amoxitin maupun Trimezyn mengendap sedangkan pH yang rendah akan mengendapkan Respiratrek.
Antibiotik bisa diibaratkan pisau bermata dua. Aplikasi yang tepat akan menghasilkan efek menekan atau membasmi bibit penyakit, namun diberikan sembarangan akan merugikan ayam. Antibiotik harus diberikan secara tepat agar daya kerjanya optimal.
Info Medion Edisi Agustus 2009
http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/pengobatan-a-vaksinasi/review-antibiotik
Rabu, 14 Juli 2010
Mengapa protein diperlukan?
13.53
No comments
www.poultryindonesia.com. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosofr, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan, proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran termasuk pertumbuhan sel-sel otak untuk kecerdasan. Pada masa kehamilan, proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein juga berperan dalam mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Ada dua macam protein yang bisa dikonsumsi manusia, yaitu protein hewani nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan protein hewani yang berasal dari hasil ternak dan hasil perikanan. Dilihat dari kualitasnya dan keragaman jenis asam-asam amino penyusunnya, protein hewani mempunyai keunggulan dibanding protein karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap.
Sumber : Booklet Tanya Jawab Seputar Telur
http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1480
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosofr, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan, proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran termasuk pertumbuhan sel-sel otak untuk kecerdasan. Pada masa kehamilan, proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein juga berperan dalam mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Ada dua macam protein yang bisa dikonsumsi manusia, yaitu protein hewani nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan protein hewani yang berasal dari hasil ternak dan hasil perikanan. Dilihat dari kualitasnya dan keragaman jenis asam-asam amino penyusunnya, protein hewani mempunyai keunggulan dibanding protein karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap.
Sumber : Booklet Tanya Jawab Seputar Telur
http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1480