Close Housed

Kandang sistem closed house adalah kandang tertutup yang menjamin keamanan secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang baik sehingga lebih sedikit stress yang terjadi pada ternak, menyediakan udara yang sehat bagi ternak, menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak, meminimumkan tingkat stress pada ternak.

Broiler Modern

Ayam pedaging hasil persilangan dari berbagai bangsa ayam pedaging, yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan daging secara optimal dan edisien, memiliki keunggulan pertumbuhannya yang sangat cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak, yang didukung dengan pakan yang berkualitas dan menajemen pemeliharaan yang maksmila

DOC ( Day Old Chick )

DOC(day old chick), anak yam umur 1 hari sangat menentukan keberhasilan usaha ternak ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting.

Broiler

Campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

Pakan Ayam Broiler

Campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

Kemitraan Ayam Broiler

Kerjasama pemeliharaan ayam broiler dengan pola kerjasama inti dan plasma. Kerjasama dilaksanakan atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan antara inti dan plasma.

Jumat, 14 Oktober 2011

Optimalkan Produksi Saat Heat Stress


Tubuh ayam, secara normal selalu menghasilkan panas tubuh, berupa panas metabolisme yang sering disebut heat increament. Seekor ayam petelur yang dipelihara di kandang baterai, yang mengkonsumsi ransum dalam jumlah normal dan tingkat produksi telur 80% mampu menghasilkan panas sebanyak 800 Kkal/hari. Jika populasi ayam yang dipelihara 10.000 ekor, maka panas yang diproduksi setara dengan panas yang dihasilkan dari pembakaran minyak sebanyak 231 liter. Sebuah jumlah yang fantastik, jika boleh sedikit humor, mungkin bisa dijadikan sebagai alternatif sumber energi baru.
Panas tubuh ayam tersebut akan dikeluarkan tubuh secara normal melalui 3 mekanisme, yaitu :
  • Konduksi, dengan cara menempelkan permukaan tubuh ke bagian kandang yang lebih dingin, misalnya lantai kandang maupun bagian sisi dari tempat minum
  • Konvensi, yaitu aliran udara membawa panas tubuh ayam
  • Radiasi, melalui proses elektromagnetik dimana panas bergerak dari permukaan yang lebih panas (tubuh ayam) ke permukaan yang lebih dingin tanpa sebuah media perantara, seperti aliran panas matahari ke bumi
Mekanisme pengeluaran panas tubuh ini akan berfungsi secara normal (optimal), saat ayam dipelihara pada zona nyaman (comfort zone), dengan suhu lingkungan kandang 25-28oC dan kelembaban 60-70%. Diluar kondisi ini, dengan suhu melebihi zona nyaman, maka respon ayam untuk mengeluarkan panas tubuh akan berubah.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, negara kita, Indonesia tercinta beriklim tropis, dimana seringkali ditemukan suatu kondisi yang kurang atau tidak nyaman bagi ayam.
Suhu kandang yang tinggi, lebih dari 28oC bukan suatu keadaan yang sulit ditemukan. Dan kondisi ini akan tentu saja akan menyebabkan ayam stres, dinamakan heat stress.

Tentang Heat Stress
Heat stress merupakan suatu cekaman yang disebabkan suhu udara yang melebihi zona nyaman (> 28oC) dan hal ini menjadi salah satu problematika utama di dunia perunggasan Indonesia. Stres ini dikarenakan ayam tidak bisa menyeimbangkan antara produksi dan pembuangan panas tubuhnya. Tidak hanya heat stress, suhu lingkungan yang berfluktuatif juga menjadi ancaman bagi produktivitas ayam.
Heat stress dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu akut dan kronis. Bentuk akut terjadi saat suhu dan atau kelembaban meningkat drastis (terjadi tiba-tiba, red), sedangkan bentuk kronis dipicu kondisi meningkatnya suhu dan atau kelembaban dalam waktu yang relatif lama.
Ayam dewasa dengan berat badan yang lebih besar
lebih riskan mengalami heat stress dengan tingkat resiko yang lebih besar
Heat stress akan menimbulkan efek yang lebih besar pada ayam tua dibandingkan dengan ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang telah sempurna dan kondisi ini akan mempersulit pembuangan panas tubuhnya. Selain itu, ayam dewasa juga memiliki ukuran tubuh lebih besar sehingga panas tubuh yang dihasilkan lebih banyak.

Gejala dan Mekanisme Heat Stress
Saat kondisi heat stress, ayam akan melakukan beberapa aktivitas sebagai respon terhadap suhu yang tinggi, diantaranya :
  • Memperluas area permukaan tubuh
Hal ini ditunjukkan ayam dengan melebarkan atau menggantungkan sayapnya. Usaha ayam ini kurang memberikan hasil yang optimal. Alasannya ialah suhu tubuh ayam dengan suhu lingkungan kandang tidak berbeda nyata, akibatnya aliran panas tubuh ke lingkungan kandang (secara radiasi) menjadi kurang optimal.
  • Melakukan peripheral vasodilatation atau meningkatkan aliran darah perifer (tepi), terutama pada bagian jengger, pial dan kaki
  • Panting
Panting atau bernapas melalui tenggorokan merupakan aktivitas khas yang ditunjukkan oleh ayam pada saat mengalami heat stress. Mekanisme ini sama halnya dengan mekanisme pelepasan panas pada manusia yang dilakukan melalui kelenjar keringat. Oleh karena ayam tidak mempunyai kelenjar keringat, maka panting menjadi mekanisme penggantinya.
Saat panting, ayam membuka mulut dan menggerakkan tenggorokannya sehingga ada aliran udara keluar masuk melalui kerongkongan. Akibatnya evaporasi meningkat. Panting yang dilakukan oleh ayam akan memberikan hasil yang efektif jika suhu udara panas dengan tingkat kelembaban yang rendah (udara kering), namun kurang efektif jika terjadi pada saat suhu tinggi namun udaranya basah (kelembaban tinggi).

Panting yang dilakukan ayam saat suhu tinggi merupakan teknik
pembuangan panas tubuh secara evaporasi
Ayam yang telah melakukan panting namun suhu tubuhnya tidak menurun akan menjadi lemah, pingsan, bahkan bisa terjadi kematian mendadak. Kematian akibat heat stress akan mulai terjadi saat suhu tubuh ayam mencapai 42oC atau lebih.

Perubahan bedah bangkai pada ayam yang mengalami heat stress antara lain dada berwarna keputihan

Akibat Heat Stress
Heat stress yang dialami oleh ayam pedaging akan mengakibatkan penurunan konsumsi ransum dan sebaliknya meningkatkan konsumsi air minum, nilai FCR memburuk dan tentu saja penurunan berat badan ayam. Selain itu, kematian, terutama pada ayam dengan berat badan yang besar bukan suatu hal yang sulit ditemukan. Sama halnya pada ayam petelur, stres panas akan mengakibatkan menurunnya feed intake dan meningkatnya water intake. Penurunan kualitas dan kuantitas telur menjadi resiko yang harus ditanggung oleh peternak, bahkan kematian. Besar kecilnya kerugian akibat heat stress dipengaruhi oleh umur, jenis dan berat badan ayam maupun periode dan tingkat heat stress yang dialami oleh ayam (suhu maksimum yang diterima ayam, lamanya cekaman dan kecepatan perubahan suhu udara).

Kematian akibat heat stress dapat mencapai 100% pada ayam pedaging umur 8 minggu
Bukan hanya penurunan produktivitas ayam, heat stress juga mengakibatkan sistem kekebalan tubuh melemah (bersifat immunosupresif). Jumlah total sel darah putih dan produksi antibodi menurun secara signifikan pada ayam petelur yang mengalami heat stress. Selain itu aktivitas limfosit juga menurun.
Saat ayam mengalami heat stress kelenjar hipofisa anterior mensekresikan adeno corticotropin hormon (ACTH) dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya korteks adrenalis akan terpicu untuk meningkatkat produksi hormon koltisol sehingga terjadi penurunan jumlah maupun perubahan jenis leukosit, yaitu sel eosinofil, basofil dan limfosit.
Tabel 1 menunjukkan pengaruh heat stress terhadap tingkat konsumsi ransum (feed intake), berat badan dan ukuran telur. Penurunan berat telur rata-rata sebesar 3 gram setiap peningkatan suhu (pada tabel) sehingga persentase jumlah telur yang berukuran sedang dan kecil bertambah. Feed intake dan berat badan menurun sesuai dengan peningkatan suhu kandang.
Penurunan feed intake mengakibatkan asupan nutrisi berkurang, termasuk protein kasar, lemak kasar (asam lemak linoleat) dan kalsium sehingga berat telur menjadi lebih ringan. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, produksi telur yang berhenti bukan suatu keniscayaan.
Kualitas kerabang telur juga terganggu pada saat suhu tinggi. Aktivitas ayam melakukan panting mengakibatkan perubahan (penurunan, red) konsentrasi CO2 di dalam darah sehingga proses metabolisme di dalam tubuh ayam pun berubah. Kondisi pH darah akan meningkat, menjadi bersifat alkalis dan kemampuan mengikat dan membawa kalsium yang diperlukan untuk pembentukan kerabang telur menjadi berkurang, akibatnya kerabang telur menjadi lebih tipis. Dan keadaan ini tidak bisa diperbaiki atau ditangani dengan penambahan suplai kalsium melalui ransum, tetapi dengan menurunkan suhu.
Aktivitas panting juga mengakibatkan kehilangan energi sebesar 540 kalori tiap gram air yang dibuang oleh paru-paru. Hal tersebut disebabkan ada peningkatan aktivitas otot pada saat panting. Akibatnya panas tubuh ayam semakin meningkat dan efisiensi energi menjadi berkurang sehingga efek yang ditimbulkan oleh heat stress menjadi semakin besar.
Selain kalsium, fosfor menjadi salah satu komponen mineral dalam darah yang ikut terpengaruh akibat heat stress. Keadaan ini akan semakin memperparah akibat yang ditimbulkan, yaitu meningkatkan persentase kematian, terlebih pada ayam yang lebih tua dengan berat badan yang lebih besar.
Peningkatan konsumsi air minum saat ayam mengalami heat stress juga membawa konsekuensi tersediri, yang salah satunya ialah penurunan kualitas kotoran (menjadi lebih basah). Akibatnya penanganan feses menjadi lebih sulit dan pencemaran feses pada telur dan bulu ayam menjadi meningkat sehingga kualitas telur dan karkas ayam dapat menurun. Selain itu, kondisi feses yang lebih basah akan menyebabkan lalat lebih mudah dan cepat berkembang. Peningkatan kadar amonia juga dapat terjadi akibat feses yang basah, akibatnya kasus penyakit saluran pernapasan, seperti ngorok atau CRD lebih mudah terjadi.
Peningkatan konsumsi air minum pada saat suhu tinggi akan mengakibatkan konsistensi feses menjadi lebih encer bahkan berair. Akibatnya penanganannya relatif sulit dan dapat memicu peningkatan kadar amonia
Kondisi suhu yang tinggi juga mempengaruhi kestabilan kandungan nutrisi dalam ransum ayam, terutama vitamin. Vitamin merupakan mikronutrien essensial yang diperlukan dalam proses metabolisme di dalam tubuh ayam. Penurunan kadar vitamin ini akan berpengaruh terhadap produktivitas ayam.

Presdisposisi Heat Stress
Faktor yang dapat menyebabkan atau memicu terjadinya heat stress pada ayam antara lain :
1.  Potensi genetik yang tinggi
Ayam modern yang kita pelihara sekarang ini merupakan ayam hasil rekayasa genetika dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Ayam pedaging contohnya, memiliki kemampuan tumbuh secara cepat. Disatu sisi hal ini memberikan keuntungan bagi kita namun jika tidak ditunjang dengan manajemen pemeliharaan yang baik bukan suatu keniscayaan kerugian yang akan kita peroleh. Berat badan yang terlalu besar tanpa diikuti perkembangan organ dalam, seperti paru-paru, jantung, ginjal akan mengakibatkan meningkatnya kasus kematian mendadak yang disebabkan oleh heat stress, terlebih pada ayam yang lebih tua.
Pertumbuhan yang begitu cepat akan memberi konsekuensi tersendiri, terlebih lagi jika manajemen pemeliharaannya tidak tepat

2.  Sistem pengaturan suhu tubuh ayam
Tubuh ayam mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh secara homeothermik dimana suhu tubuh ayam tidak dipengaruhi suhu lingkungan. Selain itu, tubuh ayam tidak dilengkapi dengan kelenjar keringat yang diperlukan untuk mengeluarkan panas tubuhnya. Akibatnya, kasus heat stress menjadi relatif mudah ditemukan pada ayam

3.  Iklim di Indonesia
Indonesia memiliki iklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Saat musim kemarau, suhu lingkungan akan melewati batas zona nyaman (comfort zone). Ada fenomena khas dari daerah dengan iklim tropis, yaitu saat siang hari suhu lingkungan akan mencapai puncaknya (puncak atas, red) sedangkan kelembaban udaranya akan berada pada titik terendah (udaranya kering). Kondisi ini akan dirasakan oleh ayam sebagai suatu kondisi yang tidak nyaman atau ayam mengalami heat stress. Pada kondisi inilah, siang hari diperlukan manajemen kandang secara tepat, misalnya dengan menambahkan kipas atau blower.

4.  Manajemen kandang yang kurang baik
Sistem kandang ayam yang kita terapkan (baca peternak) sebagian besar berupa kandang open house (kandang terbuka), dimana suasana di dalam kandang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Pemilihan bahan kandang, terutama atap dan kontruksi kandang yang kurang tepat akan menyebabkan kasus heat stress lebih mudah terjadi. Jarak antar kandang yang terlalu sempit atau dinding kandang yang bersebelahan dengan tebing akan mengakibatkan sirkulasi udara kurang baik.
Dinding kandang yang bersebelahan dengan tebing bisa memicu heat stress

5.  Kepadatan kandang yang kurang sesuai
Luasan kandang yang kurang atau terlalu sempit akan mengakibatkan kompetisi dalam memperoleh oksigen semakin tinggi. Selain itu, kondisi kandang akan menjadi semakin panas karena secara normal ayam juga menghasilkan panas tubuh.

6.  Kandungan nutrisi yang tidak sesuai kebutuhan
Pemberian ransum dengan kandungan nutrisi, terutama protein kasar yang berlebih bisa memperparah kasus heat stress. Kelebihan protein kasar akan diuraikan oleh tubuh ayam untuk dibuang bersama feses. Penguraian protein kasar ini akan menghasilkan panas tubuh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pencernaan karbohidrat maupun lemak. Selain itu, protein kasar yang terbuang bersama feses akan diuraikan oleh bakteri yang ada di dalam feses menjadi amonia dan panas.

Penanganan Heat Stress
Setelah kita memahami tentang akibat dan faktor yang memicu terjadinya heat stress, tiba saatnya kita merencanakan metode pencegahan maupun penanganannya. Langkah pencegahan heat stress dilakukan dengan menekan atau menghilangkan faktor penyebabnya diantaranya :
Menciptakan suasana nyaman (comfort zone) bagi ayam, melalui :
  • Kandang dibangun dengan memperhatikan sistem sirkulasi udara yang baik. Pilih bahan atap yang mampu mereduksi (baca : mengurangi) panas. Jika perlu gunakan sistem atap monitor. Ada beberapa farm yang telah menambahkan sistem hujan buatan di atas atap yang digunakan saat kondisi suhu panas.
Sistem hujan buatan dan atap monitor yang diterapkan di salah satu kandang
Kandang sistem slat (panggung) dengan ketinggian 1,25-2 m akan membantu memperlancar sirkulasi udara. Penambahan blower atau kipas semakin meningkatkan kualitas udara di dalam kandang, hanya saja perlu diperhatikan kecepatan angin sebaik-nya tidak lebih dari 2,5 m/s. Selain itu, arah aliran anginnya juga harus searah
  • Perhatikan jarak antar kandang, jarak kandang dengan tebing maupun ketinggian pohon yang berada di sekitar kandang. Jarak antar kandang minimal 1 x lebar kandang (lebar kandang sebaik-nya tidak lebih dari 7 m)
  • Atur kepadatan kandang, misalnya 1 m2 untuk 15 kg ayam pedaging dan 8 ekor/m2 untuk ayam petelur umur 6-16 minggu. Data kepadatan kandang secara detail bisa dilihat pada manual management

Terapkan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti :
  • Sediakan air minum yang berkualitas dalam jumlah yang cukup.
  • Berikan ransum dengan kandungan nutrisi yang sesuai dan atur distribusi tempat ransumnya
  • Atur sistem buka tutup tirai kandang, sesuaikan dengan kondisi cuaca
Saat kasus heat stress telah terjadi beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan kerugiannya, antara lain :
  • Evaluasi dan tangani penyebab heat stress
  • Saat ada beberapa ayam telah menunjukkan gejala terserang heat stress, segera lakukan evaluasi terhadap faktor penyebabnya, seperti suhu lingkungan, kepadatan kandang, maupun sistem sirkulasi udara. Lakukan penanganan sesuai dengan faktor penyebab heat stress.
  • Berikan tambahan blower, atur sirkulasi udara dan berikan “hujan buatan” saat suhu lingkungan melebihi zona nyaman
  • Hidupkan fan saat suhu meningkat melebihi zona nyaman
  • Perlebar sekat kandang untuk mengurangi kepadatan kandang. Saat heat stress kepadatan kandang dapat dikurangi 10%
  • Atur konsumsi air minum dan ransum
Saat suhu tinggi nafsu minum meningkat drastis, bahkan jika suhu mencapai 32oC konsumsi air minum bisa meningkat 50%. Suhu air minum yang baik adalah 20-24oC. Berikan air minum dengan kualitas yang baik dalam jumlah yang cukup, begitu juga ransumnya.
  • Atur distribusi tempat air minum (TMA) dan kontrol ketersediaan air secara berkala (terutama jika menggunakan TMA manual)
Jika perlu tambah jumlah TMA dan distribusinya diatur sehingga tidak mempersulit ayam untuk mengaksesnya
  • Saat kondisi panas kurangi jumlah ransum yang diberikan dan beri-kan ransum saat suhu menurun. Perlu diperhatikan jumlah ransum yang diberikan harus sesuai standar, hanya saja waktu pemberiannya yang diubah. Jika perlu ransum diberikan pada malam hari dengan memberikan tambahan pencahayaan
  • Berikan nutrisi tambahan
Suplai elektrolit dan vitamin perlu ditambahkan saat heat stress, baik melalui air minum atau ransum. Vita Stress dan Vita Strong menjadi pilihan produk yang dapat diberikan saat heat stress. Vitamin yang terkandung pada kedua produk ini diperlukan untuk menjaga proses metabolisme tubuh tetap optimal. Vitamin yang diperlukan saat heat stress antara lain vitamin C, E, K, biotin, riboflavin dan D. Sedangkan elektrolit diperlukan untuk menjaga kestabilan pH darah yang terganggu akibat menurunnya kadar CO2 di dalam tubuh ayam. Selain itu elektrolit juga membantu meningkatan retensi air dan mencegah dehidrasi
  • Tingkatkan biosecurity
Saat suhu tinggi, perkembangan bibit penyakit di dalam paralon air minum menjadi lebih cepat. Oleh karenanya jadwal pembersihan dan desinfeksi saluran air minum sebaiknya ditingkatkan. Begitu juga desinfeksi kandang. Saat ada ayam pilih desinfektan yang aman, seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep. Jika di dalam saluran air minum telah terbentuk lapisan atau kerak (disebut biofilm yang merupakan tempat perkembangan bibit penyakit yang baik) sebaiknya dilakukan flushing dengan menambahkan H2O2 atau ozon. Pada kondisi itu, desinfektan tidak dapat bekerja secara optimal.
Mengerti tentang heat stress dan menerapkan manajemen penanganannya secara tepat akan menekan kerugian yang ditimbulkannya. Selamat berkarya dan sukses selalu. Salam.

Info Medion Edisi Juli 2008 

Sumber : http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tata-laksana/produksi-saat-heat-stress

Selasa, 11 Oktober 2011

Berhasil atau Tidakkah Pemeliharaan Broiler Anda

Disadari atau tidak, sebuah peternakan ayam juga merupakan sebuah perusahaan. Terlepas dari besar kecilnya populasi ayam yang dipelihara, peternakan pun harus memiliki manajemen yang baik layaknya perusahaan.
Kata manajemen sering didengar saat berbicara mengenai peternakan misalnya manajemen pemeliharaan, manajemen pengobatan dan juga manajemen pakan. Pemakaian kata tersebut dikarenakan manajemen merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan sistem pengelolaan peternakan. Dengan manajemen yang baik, peternakan juga akan berjalan dengan baik.

Lingkup kecil seperti kandang broiler di atas pun membutuhkan manajemen yang baik
agar keuntungan maksimal (Sumber : huha.alteredego.co.nz)

Optimal menjalankan fungsi-fungsi yang termasuk dalam manajemen adalah hal yang harus dilakukan. Salah satu fungsi dalam manajemen ialah fungsi evaluasi.
Evaluasi didefinisikan sebagai proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (id.wikipedia.org). Bagi peternak, evaluasi sangat membantu dalam menemukan masalah yang ada yang selanjutnya memperbaiki hal tersebut agar peternakan bisa berjalan lebih optimal dibanding sebelumnya.

Indeks Performan (IP) sebagai Parameter Utama
Info Medion kali ini akan mengangkat peternakan broiler sebagai fokus. Hal ini dikarenakan peternakan broiler memiliki waktu pemeliharaan singkat, cepatnya perputaran uang dan banyak dimiliki oleh peternak baik dengan sistem kemitraan maupun mandiri.
Evaluasi pada peternakan juga membutuhkan sejumlah perangkat pengukuran yang dinamakan parameter. Sebagai bahan perbandingan, parameter tersebut dibandingkan dengan standar dari breeder.
Khusus peternakan broiler ada satu parameter utama yang sering dipergunakan untuk mengukur keberhasilan peternakan yaitu indeks performan (IP). Nilai IP digunakan untuk menentukan nilai insentif/ bonus bagi peternak (bagi kemitraan) maupun pekerja kandang. Berikut rumus indeks performan (IP) tersebut.
IP = (100 - D) x BB x 100
         FCR x (A/U)
Keterangan :
IP     : Indeks performan
D     : persentase deplesi (%)
BB   : bobot badan rata-rata saat panen (kg)
FCR : feed conversion ratio
A/U  : umur rata-rata panen (hari)

Standar IP yang baik ialah di atas 300. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai IP maka semakin berhasil suatu peternakan broiler tersebut. Menilik rumus IP di atas, untuk menghitung IP dibutuhkan empat parameter lain yaitu:

1. Bobot badan (BB) rata-rata
Rumus ini digunakan untuk mengukur berat badan baik saat kontrol berat badan maupun saat panen. Berikut rumus tersebut :
BB = Bobot timbang (kg)
             Jumlah ayam (ekor)
Bandingkan hasil perhitungan di atas dengan data dari breeder. Idealnya, bobot badan rata-rata kandang lebih besar atau sama dengan standar. Jika bobot badan rata-rata lebih kecil dari standar lakukan beberapa perbaikan misalnya dalam tata laksana pemberian pakan dan pengaturan kepadatan kandang.
Penimbangan berat badan dapat dilakukan secara rutin tiap minggu dan saat panen. Penimbangan rutin tiap minggu dinamakan pula kontrol berat badan. Teknik kontrol badan tersebut ialah mengambil sampel 50–100 ekor tiap kandang secara merata di setiap bagian kandang. Kontrol berat badan merupakan metode penimbangan individu yang berarti seekor ayam ditimbang untuk berat badannya. Sebaiknya gunakan timbangan yang memiliki sensitivitas lebih tinggi agar berat badan ayam perindividu dapat lebih teliti diamati. Kegiatan ini dilakukan pada waktu yang sama tiap minggunya misalnya Senin pagi ketika kondisi tembolok kosong.
Penimbangan saat panen menggunakan metode penimbangan massal karena jumlah populasi yang harus ditimbang banyak. Faktor efisiensi waktu dan tingkat stres ayam menjadi hal yang penting. Secara teknis, penimbangan ayam bisa berbeda misalnya ayam ditimbang sekaligus keranjangnya atau ada juga yang mengikat ayamnya dahulu baru digantung. Ada dua model timbangan yang dapat digunakan sesuai kebutuhan yaitu :
a) Timbangan gantung
Model timbangan ini paling sering digunakan untuk menimbang ayam karena memiliki beberapa kelebihan antara lain lebih praktis, ringan dan mudah dibawa. Lebih praktis karena bisa digunakan untuk menimbang berat badan ayam langsung maupun menggunakan keranjang. Hanya saja, saat menimbang ayam harus diikat kakinya terlebih dahulu agar memudahkan penggantungan ayam.


Contoh timbangan gantung
(Sumber : Dok. Medion)

b) Timbangan duduk
Timbangan duduk cocok untuk mengurangi kematian dan meminimalisir resiko afkir saat penimbangan akibat patah sayap atau kaki. Metodenya ialah timbang keranjang dahulu untuk menentukan berat keranjang, baru kemudian keranjang diisi dengan ayam.
Saat panen, keranjang ayam diisi maksimal 15 ekor (atau tergantung besar ayam dan kapasitas keranjang ayam). Tujuannya ialah menghindari kematian akibat ayam berdesakan dalam keranjang.

2. Rasio konsumsi pakan terhadap peningkatan berat badan atau Feed Conversion Ratio (FCR)
Rumus menghitung FCR ialah :
FCR = Jumlah pakan yang dikonsumsi (kg)
               Berat badan yang dihasilkan (kg)
Dengan kata lain, FCR didefinisikan berapa jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram berat badan. Idealnya satu kilogram pakan dapat menghasilkan berat badan 1 kg atau bahkan lebih (FCR ≤ 1). Sayangnya, kondisi tersebut tidak selalu terjadi. Pada broiler biasanya target FCR = 1 maksimal dapat dicapai sebelum ayam berumur 2 minggu (FCR dua minggu ± 1,047-1,071. Setelahnya, FCR akan meningkat sesuai umur ayam.
Breeder biasanya sudah menyertakan standar FCR tiap minggu dalam buku panduannya agar peternak bisa terus memantau FCR ayamnya tiap minggu. Nilai FCR yang sama atau lebih kecil dibandingkan standar, menandakan terjadinya efisiensi pakan yang didukung dengan tata laksana pemeliharaan yang baik. Namun jika nilai FCR lebih besar dibandingkan standar maka mengindikasikan terjadi pemborosan pakan sebagai akibat tidak maksimalnya manfaat pakan terhadap pertambahan bobot badan ayam. Salah satu faktor yang berperan penting menyebabkan hal ini ialah stres. Stres direspon oleh tubuh dengan memobilisasi glukosa untuk diubah menjadi energi dan digunakan untuk menekan stres itu sendiri. Akibatnya, hanya sedikit energi yang diarahkan ke pertambahan bobot badan.

3. Rata-rata umur ayam saat panen (A/U)
Parameter ini menghitung rata-rata umur ayam yang dipanen. Pemanenan yang termasuk ke dalam parameter ini ialah pemanenan ayam sehat pada bobot badan tertentu. Jadi, ayam afkir tidak masuk ke dalam perhitungan ini. Misalnya ada permintaan 600 ekor ayam broiler berat 1 kg kepada peternak broiler yang memiliki populasi 3.000 ekor. Sehingga peternak memutuskan memanen 600 ekor ayam yang sudah mencapai berat 1 kg sedang yang lainnya (2400 ekor,red) tidak. Rumus menghitung A/U ialah :
          A/U =           (U x P)           
                    total populasi terpanen
Keterangan :
U : umur ayam dipelihara
P : populasi ayam yang dipanen
4. Tingkat deplesi populasi
Deplesi populasi atau penyusutan jumlah ayam bisa berasal dari dua hal yaitu kematian dan afkir ayam (culling ayam). Rumus menghitung tingkat deplesi (D) ialah sebagai berikut :
D = Jumlah ayam mati + afkir x 100%
                        Populasi awal
atau bisa juga,
D = Populasi awal - jumlah ayam panen x 100%
                               Populasi awal

Kematian ayam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari baik karena sakit atau faktor-faktor lain. Biasanya peternakan menetapkan batas maksimal kematian yang dapat ditoleransi yaitu +5% semakin banyak ayam yang mati maka semakin besar kerugian peternak.
Keputusan pengafkiran ayam broiler biasanya karena sakit dan cacat yang ditinjau berdasarkan pertimbangan resiko dan ekonomis di bawah ini.
a) Pertimbangan resiko
Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan resiko ialah potensi kesembuhan ayam, seberapa parah penyakit ayam, seberapa besar resiko yang dihadapi (kematian dan hambatan pertumbuhan,red) bila ayam lain tertular penyakit tersebut dan resiko kematian.
Ayam yang masih mau makan dan minum serta mau bergerak tentu kemungkinan sembuhnya lebih besar dibandingkan yang sudah tidak mau makan dan minum. Hal serupa juga terjadi jika ayam terkena penyakit yang sulit disembuhkan seperti ND terutama tipe saraf dan AI. Meskipun sembuh, ayam yang sudah terinfeksi penyakit tersebut sulit kembali mencapai produktivitas optimal. Belum lagi, resiko penularan penyakit dan kematian ayam tersebut jika tidak segera diafkir.
b) Pertimbangan ekonomis
Pendeknya umur pemeliharaan broiler adalah alasan utama mengapa pertimbangan ekonomis sangat penting. Salah satu konsekuensi hal tersebut ialah kecenderungan keputusan afkir untuk ayam yang sakit saat mendekati panen dibandingkan melakukan pengobatan. Pertimbangan ekonomis utama ialah terkait dengan berkurangnya keuntungan akibat pengeluaran biaya pengobatan dan pakan selama ayam sakit. Contoh kasus ialah ayam broiler sakit colibacillosis umur 33 hari (panen +35 hari). Dianjurkan ayam tersebut dipanen daripada diobati. Alasannya ialah berat badan ayam sudah hampir mencapai berat penjualan. Dengan penambahan waktu pemeliharaan untuk pengobatan, terjadi penambahan biaya untuk pengobatan dan pakan. Hal di atas belum termasuk resiko penurunan berat badan dan juga kematian ayam.

Pengafkiran ayam perlu juga memperhatikan kondisi ayam yaitu apakah bisa menggapai tempat pakan atau tidak (Sumber : huha.alteredego.co.nz)

Contoh Perhitungan
Sebuah peternakan ayam broiler komersial dengan hasil recording sebagai berikut:
Populasi awal       : 5.000 ekor
Populasi akhir       : 4.850 ekor
Umur panen          : 28 hari
Berat panen total   : 6.776,4 kg
Jumlah pakan total : 9.400 kg
Berat DOC            : 40 g/ ekor
Ayam mati            : 65 ekor
Ayam afkir            : 85 ekor
Waktu panen
21 hari --> 520 ekor    = 0,82 kg
28 hari --> 3.850 ekor = 1,4 kg
35 hari --> 480 ekor    = 2 kg
maka perhitungannya ialah,
D = (65 + 85) ekor x 100%
          5000 ekor
D = 3 %
(persentase deplesi maksimal = +5%)

Rata-rata BB ayam saat panen
= (480 x 2) + (520 x 0,82) + (3.850 x 1,4) kg
                    3.850 + 480 + 520 ekor
= 960 + 426,4 + 5.390 kg
            4.850 ekor
= 6.776,4 kg
   4.850 ekor
= 1,4 kg/ ekor ayam

FCR =                9.400 kg               
           6776,4 kg – (0.04 kg x 5000)
       = 1,43

A/U = (21x520)+(28x3850)+(35x480)
                     (4850) ekor
      = 27,94 hari
(waktu panen ayam di perhitungan ini ialah 28 hari)

IP = (100% - 3%) x 1,4 kg x 100
                1,43 x 27,94 hari
    = 339,89 (standar IP: ≥ 300)

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa peternakan tersebut telah berjalan dengan optimal. Kesimpulan tersebut diangkat berdasarkan beberapa hal di bawah ini:
  1. Persen deplesi ayam di peternakan (3%) lebih rendah dibanding target maksimal deplesi yaitu +5%. Hal ini disebabkan baiknya tata laksana pemeliharaan, pengobatan, vaksinasi dan juga pakan yang berujung pada rendahnya persentase deplesi.
  2. Nilai A/U (27,94 hari) yang berselisih 0,06 hari dengan umur panen ter-banyak di umur 28 hari dikarenakan penjualan ayam sesuai BB berdasarkan permintaan pasar yaitu pada BB 0,82 kg (520 ekor), 1,4 kg (3.850 ekor) dan 2 kg (480 ekor). Peternak memutuskan untuk menyisakan sebagian ayam untuk dipanen dengan BB 2 kg. Seperti diketahui, masing-masing BB ayam memiliki pangsa pasar tersendiri. Misalnya, ayam BB 0,8-0,9 kg disukai rumah makan dan pasar tradisional sedangkan BB di atas 1,5 kg disukai industri mie instan dan kaldu ayam (www.ppti.usm.my).
  3. Rata-rata BB ayam saat tiga kali panen ialah 1,4 kg. BB panen umur 21 hari (0,82 kg), 28 hari (1,4 kg) dan 35 hari (2 kg) sedangkan standar BB breeder untuk 21 hari ialah 0,801–0,885 kg, 28 hari (1,316–1,478 kg) dan 35 hari (1,879–2,155 kg). Menilik perbandingan di atas, ayam sudah memenuhi standar sejak umur panen 21 hari. Terpenuhinya standar ini sejak panen pertama (21 hari,red) memang patut diusahakan bahkan sejak masa brooding. Lakukan kontrol BB rutin agar ayam yang BB tidak sesuai standar dapat segera dipisahkan dan diberi perlakuan khusus yaitu penambahan jumlah pakan 10% (maksimal +15 g) dan vitamin. Anda bisa mengkombinasikan pemberian vitamin sesuai umur pemeliharaan misalnya Vita Chicks dan Strong n Fit untuk umur 0-1 minggu, Broiler Vita untuk umur 1-3 minggu serta Neobro untuk di atas 3 minggu hingga panen.
  4. Pencapaian IP peternakan tersebut (339,89) sudah sangat baik karena melebihi standar yaitu ≥300. Tingginya IP tersebut menandakan suatu peternakan telah menerapkan sistem manajemen yang cukup efisien dan efektif.

Perhitungan Break Even Point (BEP)
Nilai kualitas performan ayam ditunjukkan dari nilai IP sedangkan untuk nilai rupiah tercermin dari nilai BEP harga. BEP harga digunakan untuk menentukan tingkat harga jual agar mencapai titik impas (tidak untung tidak rugi). Metode ini paling sering digunakan oleh peternak. Seperti diketahui, bahwa harga ayam broiler mengikuti harga pasar sehingga peternak sulit mengatur harga sendiri. Dengan metode BEP harga tersebut, ketika harga jual ayam sudah melewati nilai BEP harga peternak bisa menjualnya. Metode penghitungan BEP ialah sebagai berikut.

BEP = (FCRxBBxP)+DOC+BOP+BVK
                            BB
Keterangan :
BB    : berat badan rata-rata ayam
P      : harga pakan per kg
DOC : harga DOC
BOP : biaya operasional
BV   : biaya pengobatan (vaksin, antibotik, vitamin, desinfektan dsb)

Berikut contoh perhitungan BEP yang mengambil data dari soal sebelumnya untuk 3850 ekor ayam yang dipanen pada umur 28 hari dengan tambahan data berikut:

Jumlah ayam*                            : 4.000 ekor
Total konsumsi pakan*               : 7.399,46 kg
Harga DOC                               : Rp. 3.000,-/ ekor
Harga pakan                             : Rp. 5.350,-/ kg
Biaya operasional pemeliharaan : Rp. 1.600/ ekor
Biaya pengobatan                     : Rp. 300/ ekor
Ket. * termasuk ayam mati dan afkir tapi tanpa ayam yang dipanen tidak pada umur 28 hari

FCR =           7330,4 kg               
           5390 kg – (0,04 kg x 4000)
       = 1,41
(standar FCR umur 28 hari = 1,417 – 1,475)

BEP = ( 1,4 x 1,4 x 5350) + 3000 + 1600 + 300
                                 1,4
       = Rp. 11.043,5/ ekor

Seusai harga jual ayam di peternak per 11 Januari 2010 untuk wilayah Bandung (+ Rp. 10.400,-/kg untuk ayam ukuran <1,5 kg) maka :

HP = HK x BB
     = Rp. 10.400 x 1,4 kg
     = Rp. 14.560,- / ekor
Keterangan
HP : harga jual ayam di peternak per ekor
HK : harga jual ayam di peternak per kg
BB : berat badan rata-rata ayam

Jika nilai BEP lebih rendah dari harga jual ayam, maka peternak untung. Namun jika sebaliknya, peternak rugi. Jadi laba atau rugi dihitung berdasarkan selisih harga penjualan ayam dikurangi BEP.

Laba = HP – BEP
        = 14.560 – 11.043,5
        = Rp. 3.516,5/ ekor ayam

Berdasarkan perhitungan di atas, untuk setiap ekor ayam yang dipanen peternak mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3.516,5.

Sistem Pencatatan
Sistem pencatatan yang baik akan memberikan gambaran kondisi peternakan yang riil. Sebaiknya sistem tersebut melibatkan peran seluruh pegawai dalam peternakan tersebut.
Komponen utama sistem pencatatan ialah tabel pencatatan (recording) yang berisi kesemua parameter di atas. Secara teknis, membuat suatu tabel pencatatan tidaklah sulit. Pertama-tama buat format tabel recording data harian kandang broiler untuk masing-masing kandang, seperti yang terlihat pada gambar contoh recording data harian kandang di bawah ini. Lalu komunikasikan dengan segenap karyawan di kandang Anda agar selalu mengisi data tersebut.

Contoh recording data harian kandang untuk broiler
(Sumber : Dok. Medion)
Pengisian data tersebut bisa dilakukan saat pegawai kandang memberi makan ayam di pagi atau sore hari. Selanjutnya data harian kandang tersebut dicatat ulang oleh manajer kandang dalam buku catatan harian kandang.
Tahap selanjutnya ialah mengolah data kandang tersebut menjadi diagram garis atau batang. Hal ini akan memudahkan penerjemahan data tersebut. Akan lebih baik jika hasil rekapitulasi data tersebut dibandingkan dengan data standar dari breeder.
Sesuai fungsi evaluasi dalam manajemen, parameter-parameter di atas pun ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan untuk memastikan jalannya peternakan telah berjalan sesuai perencanaan awal. Semoga Anda bisa mengoptimalkannya untuk keberhasilan peternakan broiler Anda. Semoga berhasil.

Contoh alur sistem pencatatan di suatu peternakan broiler
(Sumber : Dok Medion)

Info Medion Edisi Februari 2010
Sumber : http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-laksana/berhasil-atau-atau-tidakkah-pemeliharaan-broiler-and

Senin, 10 Oktober 2011

Manajemen Hatchery: Dari Sebutir Telur Menjadi DOC


www.poultryindonesia.com. Hatchery sebagai salah satu rangkaian usaha pembibitan merupakan pintu utama sebelum DOC dipasarkan. Guna menghasilkan DOC yang berkualitas, perlu ada seleksi ketat yang dilakukan bertahap agar diperoleh keseragaman produksi yang muaranya adalah kualitas. Penentuan kualitas DOC dimulai dari grade, umur indukan, berat telur, proses penetasan, packing dan terakhir suara pelanggan. Inti dari seleksi tersebut adalah mencapai keseragaman, baik untuk mendapatkan telur tetas maupun di level budidaya.

Keseragaman kualitas telur tetas juga memengaruhi kinerja mesin. Telur dengan berat dan ukuran sama akan memudahan setting dan kontrol yang berimbas pada produksi panas dari mesin tetas akan lebih merata dan stabil.
Dalam hal grade, setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda. Penentuan grade DOC biasanya berdasarkan usia indukan yang bisa disimpulkan menjadi bibit muda, menjelang puncak produksi, puncak produksi dan menjelang penurunan produksi atau disebut bibit tua.
Disamping berdasarkan usia indukan, grading juga bisa ditentukan dari perkembangan fisiologis ayam. Meski umur indukan sudah masuk dalam grade usia tertentu, namun jika berat telur tetasnya tidak sesuai standar maka pihak hatchery dapat memutuskan telur tersebut tidak ikut ditetaskan. Namun jika merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) maka berat DOC FS minimal 37 gram atau 65% dari berat telur tetas. Berdasar SNI pula, setiap bibit yang dihasilkan harus bebas pullorum.
Dalam hal prosedur packing DOC dan pendistribusian yang baik, harus dilengkapi data-data yang sesuai dengan yang tertera di box DOC. Data tersebut meliputi strain, jumlah, tanggal menetas, garansi bebas penyakit pulorum dan petugas penentuan grade DOC. Pada box DOC sesuai standar kebutuhan seperti ventilasi, kepadatan dan keselamatannya. Selain itu, alat transportasi pengiriman DOC dilengkapi dengan peralatan ventilasi untuk menjaga kenyamanan anak ayam selama dalam pengiriman dan pengiriman DOC segera setelah packing selesai.
Meski begitu, pencapaian kualitas yang baik tidak dapat diraih jika tidak menerapkan biosekuriti terutama untuk hal sanitasi dan fumigasi. Sebelum menjadi DOC, telur tetas sudah mengalami beberapa kali sanitasi dan fumigasi mulai dari seleksi di kandang hingga selama proses penetasan. Fungsinya adalah membunuh bibit penyakit dan mencegah tumbuhnya jamur Aspergillus.
Telur tetas yang berasal dari kandang indukan harus diseleksi dengan kualifikasi bukan telur inap dan tingkat kekotoran. Bahkan telur yang meski tingkat kekotorannya masih ditoleransi tetap dikelompokkan tersendiri agar tidak “mengganggu” kualitas telur yang lain.
Selama proses penetasan sistem ventilasi juga harus diperhatikan. Kipas penarik udara dari luar harus dipastikan bekerja normal. Jika tidak, udara yang diambil juga udara panas Pemanasan yang tidak merata atau terlalu panas akan membuat DOC tetas prematur. Imbasnya, jarak waktu pull chick juga lebih panjang. DOC yang terlalu lama di penetasan akan mengalami dehidrasi, kaki kering dan selanjutnya memengaruhi keseragaman dan pertumbuhan di level budidaya. Faktor yang lain adalah memperhatikan titik krusial dalam penetasan, yakni tiga hari sebelum menetas di mana mulai berfungsinya paru-paru sebagai organ pernafasan. Pada saat itu, sirkulasi udara dan fluktuasi suhu di dalam hatchery harus benar-benar terkontrol dengan baik.
Dan terakhir adalah suara konsumen, baik buruknya kualitas DOC yang dihasilkan suatu breeding farm adalah mampu menujukkan performanya ketika dipelihara. Jika selama dipelihara memiliki performa yang buruk, maka perlu ada intropeksi terhadap manajemen budidaya. Oleh karenanya, perlu ada standarisasi selama budidaya terutama mulai DOC datang hingga selama fase brooding. Namun jika semua hal yang dilakukan oleh peternak sudah benar, maka perlu ada kontrol di level breeding. Hsn.
Sumber : http://poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1451

Rabu, 05 Oktober 2011

Vaksin ND: Perlu Isolat Lokal?


Memperdebatkan perlu tidaknya penggunaan isolat lokal sebagai master seed vaksin ND, agar kekebalan yang dihasilkan optimal
Catatan ilmiah itu menyebut angka sekitar 80% isolat virus ND yang diisolasi dari berbagai peternakan ayam di Indonesia tergolong VVND (Viscerotropic Velogenic Newcastle Diseases). Nama tersebut merujuk kepada bentuk serangan terhadap sistem pencernaan ayam dengan tingkat keganasan (virulensi) yang tinggi.
Velogenic menunjukkan kelompok virus ber-virulensi tinggi, dan viscerotropic menunjukkan organ pencernaan sebagai target serangan. Angka di atas disodorkan Sugeng Pujiono, General Manager PT Caprifarmindo Labs (Veterinary & Aquaculture Division Sanbe) saat ditemui TROBOS di Bandung akhir bulan lalu.
Sementara, lanjut Sugeng, vaksin yang banyak beredar di pasaran untuk memproteksi ayam dari penyakit yang dikenal juga dengan nama tetelo ini menggunakan master seed (benih virus) yang berbeda karakter. “Umumnya, vaksin yang tersedia menggunakan isolat virus strain lasota, B1, atau F sebagai master seed,” kata dokter hewan alumnus Universitas Airlangga ini. Strain virus yang disebutnya itu masuk kategori lentogenic (ringan) atau mesogenic (kurang ganas) sehingga tingkat proteksinya tidak optimal.
Dikatakan Sugeng, pihaknya telah melakukan sequences (pengurutan) DNA virus. “Hasilnya, virus ND yang berkembang di lapangan saat ini berbeda jauh dari karakter virus yang umum digunakan untuk vaksin di pasaran,” terangnya. Menurut dia, penggunaan vaksin homolog (menggunakan isolat lokal) menjadi tuntutan.
Pandangan serupa disampaikan Teguh Yodiantara Prajitno, Presiden Direktur PT Vaksindo Satwa Nusantara (Vaksindo). Hasil karakterisasi virus yang dilakukan Vaksindo menunjukkan virus ND di Indonesia sudah bergeser. Sampel virus ND dikoleksi dari beberapa farm di Banjarmasin, Bali, Kudus, Makassar, Sragen dan Sukorejo.
Dan pemetaan karakterisasi pada “pohon filogenik virus” tergambar jarak perbedaan virulensi yang semakin jauh dengan strain lasota dan B1. “Antigen atau virus yang kebanyakan digunakan vaksin ND saat ini masuk genotipe 1 dan 2, sementara virus ND yang berkembang di lapangan masuk genotipe 7,” papar doktor biomolekuler tamatan Jerman ini. 
Ia menambahkan, pergeseran karakter virus ini bisa dipengaruhi banyak faktor, termasuk musim atau iklim, serta seringnya paparan penyakit pada farm tersebut. Hasil uji yang dikembangkan Vaksindo juga menunjukkan, penggunaan isolat virus ND lokal sebagai vaksin memberikan proteksi yang lebih tinggi ketimbang vaksin ND komersil yang beredar di pasaran saat ini.
Tetapi tak sedikit yang pendapatnya berseberangan dengan anggapan ini. Technical Department Manager PT Romindo Primavetcom, Nurvidia Machdum salah satunya. Ia menegaskan vaksin ND yang digunakan peternak saat ini masih efektif menghadang virus di lapangan, kendati isolat virus yang digunakan bukanlah dari hasil isolasi virus lokal. “Vaksin dengan antigen strain lasota asal Amerika misalnya, terbukti memberikan protektivitas yang baik di lapangan,” dokter hewan ini menyodorkan fakta. Paparan virus ND pada kelompok ayam yang divaksin dengan strain lasota tidak menimbulkan kematian.

Tidak VVND, Tidak Optimal
Panjang lebar Teguh menjabarkan. Vaksin ND aktif berfungsi memberikan kekebalan lokal pada saluran pernafasan ayam, sementara vaksin inaktif berfungsi memberi kekebalan sistemik pada organ-organ tubuh ayam melalui sistem peredaran darah. Sebaiknya proteksi pada ayam dilakukan menggunakan kedua jenis vaksin tersebut. Vaksin aktif diberikan di umur awal, biasanya berupa tetes mata/hidung, sementara inaktif dalam bentuk injeksi.
Menurut dia, idealnya isolat seed untuk vaksin sama dengan virus lapangan. Vaksin yang beredar umumnya berasal dari Amerika dan masuk golongan lentogenic dan mesogenic. Tentunya tidak cocok dengan virus ND yang ada di Indonesia yang masuk golongan velogenic atau VVND. Dikatakannya, vaksin ND berbasis strain lasota dan B1 cukup protektif tapi tidak optimal.
Satu catatan penting, penggunaan vaksin berbasis velogonic strain hanya dapat diamati responnya pada ayam berumur panjang, layer atau breeder. Pasalnya, pembentukan antibodi atau imunitas (imun kompeten) baru terjadi pada ayam umur 4 – 5 minggu. Sementara broiler (ayam pedaging), umur 32 hari sudah dipanen. “Tidak heran vaksin ND golongan lentogenic masih relatif efektif pada broiler,” terang Teguh. Sehingga vaksin dengan velogenic strain lebih diutamakan bagi peternakan layer (ayam petelur) dan breeding (pembibitan).

Isolat lokal
Sampai hari ini peternak umumnya masih menggunakan vaksin ND bukan isolat lokal. Menurut Teguh, karena belum cukup tersedia vaksin dengan isolat lokal. Ia mengaku, Vaksindo masih melakukan pengembangan penelitian terhadap vaksin ND isolat lokal, dan dalam waktu dekat akan meluncurkan produknya.
Sementara Caprifarmindo, menurut Sugeng, sudah memproduksi vaksin ND killed (inaktif) dengan strain lokal sebagai master seed terhitung Juni 2009 lalu. Virus tersebut merupakan hasil penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet), Kementerian Pertanian, Bogor. “Tergolong VVND, berasal dari Pulau Jawa dan diberi nama strain ITA,” imbuh Sugeng.
Diproduksi sebagai vaksin inaktif karena virus ITA tergolong ganas, tujuannya untuk menekan risiko shading (pencemaran/pelepasan virus) ke lingkungan. Untuk vaksin ND aktif, Caprifarmindo menggunakan isolat lentogenic dan mesogenic.
Dari 10 isolat lokal ND asal berbagai daerah yang diuji, kata Sugeng, strain ITA paling layak digunakan sebagai vaksin. Uji potensi, uji tantang dan uji stabilitas hasilnya sangat baik. Selebihnya, ada yang uji titer HI-nya tinggi tetapi diuji tantang dengan virus lapang ayam tetap terserang.  Ada juga seed vaksin yang titernya tinggi, uji tantang protektif, namun menimbulkan shading ke lingkungan dalam waktu yang panjang (bisa sampai 10 hari). “Tentunya tidak layak sebagai vaksin,” ia beralasan.
Ditambahkannya, sementara vaksin ND strain lasota hanya menembus titer HI sampai log 25, vaksin ND strain ITA mampu menembus titer HI sampai log 211. “Artinya strain ITA bisa membentuk antibodi lebih cepat dan bertahan lebih lama,” ujarnya setengah berpromosi.

Kalau MAB Tinggi
Sebagian kalangan menengarai ketidakmiripan isolat atau jauhnya antigen dalam vaksin dengan virus lapang sebagai salah satu sebab tidak optimalnya vaksinasi (kekebalan yang terbentuk tidak maksimal) yang berpotensi terjadinya “kebocoran” ND di farm. Sehingga kendati sudah menerapkan program vaksinasi, outbreak (wabah) masih ada, alias bocor. Dan persoalan menjadi lebih kompleks ketika kasus bocor ini muncul di breeding farm. Pasalnya, infeksi pada induk berpotensi pada tingginya titer maternal antibody (MAB) pada DOC (anak ayam) yang dihasilkan.

Selengkapnya baca di Majalah TROBOS Edisi Oktober 2010

Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=28&aid=2498

Senin, 03 Oktober 2011

Mensiasati Kandang di Daerah Panas

Budidaya broiler semakin hari, semakin banyak tantangannya, olehnya itu kualitas kinerja para pelaku budidaya harus terus-menerus ditingkatkan agar performa yang diperoleh selalu lebih baik.

Beberapa  tahun yang lalu dalam hal budidaya lebih diprioritaskan pada :
1.     Pakan
2.     Air
3.     Ventilasi
Namun saat ini diprioritaskan  pada :
1.     Ventilasi
2.     Air
3.     Pakan
Melihat kenyataan ini  ternyata dalam budidaya broiler tidak bersifat stabil akan tetapi sangat dinamis, oleh karena itu kinerja operator kandang harus selalu ditingkatkan dari periode ke periode pemeliharaan. Saat ini bahkan beberapa teori-teori lama masih sangat dipertahankan oleh beberapa kalangan peternak,  dimana teori-teori  tersebut sudah tidak seiring dengan laju perkembangan genetik ayam broiler sehingga performa akhir pemeliharaan tidak memuaskan hasilnya.
Terkadang peternak atau operator kandang masih mengacu pada pola pemeliharaan yang tidak melihat kondisi ayam, akan tetapi berdasarkan hanya kebiasaan dalam budidaya, sehingga pada hasil akhir pemeliharaan tidak sesuai dengan  harapan. Para peternak untuk mendapatkan hasil yang maximal harus selalu memenuhi kebutuhan ayam yang dipelihara, termasuk sistem perkandangannya.
Sistem perkandangan untuk budidaya broiler di Indonesia mayoritas masih menggunakan sistem terbuka (open house), padahal induk (Parent Stock) dari final Stock (DOC) sudah dipelihara dengan sistem perkandangan dengan closed house system, sepantasnya DOC Final Stock juga harus dipelihara dalam kondisi kandang closed house system untuk  mengantisipasi Heat Stress sehingga didapatkan performa yang lebih baik.  Selain dari itu kondisi iklim di Indonesia yang tropis di tambah lagi dengan pengaruh Global Warming, semakin susah untuk menghindari heat stress pada unggas. Kondisi heat stress mampu menurunkan performa produksi, karena mengakibatkan penurunan feed intake, penurunan daya tahan tubuh serta penurunan kualitas karkas.
Perpindahan panas pada unggas dapat terjadi dengan beberapa cara, di antaranya ialah sebagai berikut :
1.     Radiasi
Transfer panas dari objek yang hangat ke objek yang dingin melalui gelombang elekromagnetik. Di dalam kandang kehilangan panas melalui radiasi sangat sedikit, karena suhu permukaan kandang memiliki suhu yang lebih rendah dari suhu permukaan ayam.
2.     Konduksi
Transfer panas melalui medium padat, kehilangan panas sangat sedikit dikandang hanya selama cuaca panas. Alas kandang merupakan isolator yang baik mengurangi kehilangan panas konduktif dari ayam ke lantai. Pengecualian dengan ayam dikandang dengan lantai beton tanpa ada alas kandang atau ayam dalam sangkar.
3.     Konveksi
Transfer panas melalui fluida bergerak, pergerakan udara dari ayam selama cuaca panas, panas ditransfer dari ayam ke udara.
Akan tetapi meskipun mayoritas kandang untuk budidaya broiler masih sistem terbuka (open house)  bukan berarti hasil budidaya broiler gagal total, karena  permasalahan tersebut dapat diantisipasi dengan :
1.     Membangun kandang di lokasi yang memiliki ventilasi atau sirkulasi udara yang cukup baik
2.     Membangun kandang dengan arah yang tepat, membujur dari timur ke Barat
3.     Membangun kandang dengan konstruksi yang tepat
4.     Membangun kandang dengan jarak yang tepat, sehingga ventilasi dilingkungan kandang lebih lancar, seperti  Gambar 5 dibawah ini :
Jarak antara kandang yang satu dengan yang lainnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
D = 0.4 x H x L0.5
Keterangan :
D    = Jarak antara kandang (Diukur dari bubungan kandang satu dengan  bubungan kandang berikutnya).
0.4  = Konstanta.
H    = Tinggi Kandang.
L     =  Panjang Kandang
0.5  =  Konstanta

5.     Menggunakan atap kandang yang sesuai.
Untuk mengurangi transfer panas dari atap ke ayam sebaiknya digunakan atap kandang dari alang-alang (daerah Nusa Tenggara Barat), dari daun Rumbia (daerah Sulawesi), akan tetapi umur pakai atap seperti ini hanya berkisar antara 1,5 – 2 tahun. Penggunaan atap berbahan asbes, genteng, zeng galvanis diperbolehkan jika mengikuti konstruksi pembuatan kandang.
6.     Penambahan  kipas didalam kandang
Untuk mengantisipasi panas yang ada dalam kandang dapat diatasi dengan penambahan Fan didalam kandang.
7.     Mengatur  density ayam dalam kandang.
Sebaiknya kandang didaerah panas diisi dengan kepadatan ayam di dalam kandang berkisar antara 12 – 13 kg/m2.
8.     Sistem Pengaturan Tirai Kandang Yang Sesuai  Kebutuhan  Ayam, tirai kandang di gulung dari atas ke bawah, tirai digulung dengan rapi.
9.     Pelebaran area brooding sesuai dengan kondisi ayam, tidak mengikuti kebiasaan.
10.  Mengubah kandang open house system menjadi closed house system
Karena kondisi lingkungan yang tidak menentu sebaiknya kandang  open house di modifikasi menjadi kandang closed house bagi yang sudah memiliki kandang, akan tetapi bagi yang baru  mau memulai budidaya broiler, sebaiknya kandang yang dibangun closed house system.
Kesimpulan :
Dengan semakin banyaknya tantangan dalam budi daya broiler, terutama dalam hal kondisi lingkungan yang panas dan susah dikendalikan,  maka disarankan agar supaya mengantisipasi kondisi lingkungan yang panas. Sudah saatnya para pelaku bisnis perunggasan beralih dari open house system ke closed house system.
Selengkapnya simak di Majalah Poultry Indonesia edisi cetak September 2011

Sumber : http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1562