Close Housed

Kandang sistem closed house adalah kandang tertutup yang menjamin keamanan secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang baik sehingga lebih sedikit stress yang terjadi pada ternak, menyediakan udara yang sehat bagi ternak, menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak, meminimumkan tingkat stress pada ternak.

Broiler Modern

Ayam pedaging hasil persilangan dari berbagai bangsa ayam pedaging, yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan daging secara optimal dan edisien, memiliki keunggulan pertumbuhannya yang sangat cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak, yang didukung dengan pakan yang berkualitas dan menajemen pemeliharaan yang maksmila

DOC ( Day Old Chick )

DOC(day old chick), anak yam umur 1 hari sangat menentukan keberhasilan usaha ternak ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting.

Broiler

Campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

Pakan Ayam Broiler

Campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

Kemitraan Ayam Broiler

Kerjasama pemeliharaan ayam broiler dengan pola kerjasama inti dan plasma. Kerjasama dilaksanakan atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan antara inti dan plasma.

Sabtu, 22 Januari 2011

Kajian Penambahan Ragi Tape pada Pakan terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, Rasio Konversi Pakan, dan Mortalitas Tikus (Rattus norvegicus)

E.M.Sianturia, A.M.Fuaha & K.G. Wiryawanb
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680


ABSTRACT
An experiment was conducted to examine the effect of different levels of tape yeast
addition into rations on Rattus norvegicus performance, such as feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The experimental design used was a factorial completely randomized design 2 x 4, the first factor was sex (male and female rats), and the second factor was different levels of tape yeast added into rations (0% as R1,0.5% as R2, 1% as R3 and 1.5% as R4). The results showed that the interaction between sex and yeast addition had significant effect on feed consumption and body weight gain (P<0.05), but the effect was not significant on feed conversion ratio and mortality. Yeast addition in male-rat rations significantly reduced feed consumption, but did not affect body weight gain. In female rats, the addition of yeast in the rations increased body weight gain.
Increasing levels of tape yeast in the rations improved the body weight gain and feed
conversion ratio, especially for female rats (P<0.05). There was no single rat died during the experimental period. Rats fed ration containing 1.5% yeast showed better feed consumption, weight gain, and feed conversion ratio compared to rats given other rations.

Key words : rat, tape yeast, consumption, weight gain, feed conversion ratio, mortality


Probiotik telah lama diketahui dapat meningkatkan produktivitas ternak, yaitu dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus (Wiryawan, 1995; Muktiani, 2002; CFNP Tap Review, 2002). Penyerapan zat-zat makanan akan meningkat jika keseimbangan mikroflora usus telah dicapai. Banyak jenis mikroba yang dapat dikategorikan sebagai
probiotik karena pengaruhnya yang menguntungkan bagi inangnya, dijual dalam bentuk kultur murni mikroba atau komponen dari mikroba tertentu, dan dijual secara komersial.
Probiotik telah banyak dijual secara komersial terutama di negara-negara maju seiring dengan dilarangnya penggunaan antibiotik termasuk di Indonesia, namun
wilayah pendistribusiannya masih terbatas kota-kota besar, sementara mayoritas
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat yang secara geografis sulit untuk diakses.
Adanya kesulitan untuk mendapatkan probiotik komersial, terutama oleh masyarakat
tani, maka dibutuhkan suatu sumber probiotik indigenous alternatif yang banyak tersebar di Indonesia. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan pertimbangan: (1) di dalam ragi tape terdapat mikroba-mikroba baik kapang, khamir maupun bakteri yang mampu menghidrolisis pati, menciptakan keseimbangan mikroflora usus, meningkatkan kesehatan serta membantu penyerapan zat-zat makanan, dalam hal ini peran accharomyces cerevisiae sangat penting(Fardiaz, 1992; Dawson, 1993; Newman, 2001,
CFNP Tap Review, 2002); (2) ragi tape tersebar luas di pasar-pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya; (3) ragi tape sudah biasa dikonsumsi oleh manusia sehingga aman bagi ternak.
Sebelum ragi tape sebagai probiotik dicobakan pada ternak, pada umumnya dicobakan terlebih dahulu pada hewan percobaan sehingga hasilnya dapat menjadi acuan enggunaannya. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus
laboratorium (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan karena karakteristik biologisnya mirip dengan ternak monogastrik dan juga murah, mudah didapat dan siklus reproduksiyang singkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap penggunaan ragi
tape sebagai probiotik dalam ransum tikus terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus).
Sumber : http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9332/1/E_M_Sianturi_KajianPenambahanRagi.pdf

Biosecurity to prevent the spread of Infectious Bronchitis


Basic management practices such as limited controlled site access, separate footwear and equipment for each site/house, and footbaths at the entrance to sites/houses all minimize the risk of introducing the Infectious Bronchitis virus (IBV).

Hygienic measures are aimed at minimizing the level of infectious virus. A structured approach is required to prevent infections:

* Dry clean - removal and disposal of all organic material from the site (in the case of earthen floors this should include removing the top 4-5 cm of soil).
* Wet clean - cleaning chicken houses using water at high pressure (35-55 Bar) to ensure removal of all organic material. It is advisable to add detergents to assist the cleaning process.
* Disinfection - application of a suitable disinfectant to reduce infectivity of any remaining virus particles. IBV is easily killed, but applying disinfectants at the correct concentration with a suitable contact time is critical. Generally products containing formaldehyde, chlorine releasing agents, or quaternary ammonium compounds are suitable.

The downtime between successive chicken flocks must be maximized (a minimum of 10 days is recommended). The control of IBV on multi-age sites is extremely challenging and requires strict control of the movement of personnel and equipment between chicken houses.
Sumber : http://www.infectious-bronchitis.com/biosecurity.asp
Terjemah : Google Translate

Peneliti Bikin Ayam Tak Sebarkan Flu Burung


Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan.

Jum'at, 21 Januari 2011, 15:36 WIB
Muhammad Firman

Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan. (infectious-bronchitis.com)

VIVAnews - Sekelompok peneliti asal University of Cambridge dan The University of Edinburgh, Inggris yang mendapat suntikan dana dari pemerintah berhasil menemukan cara agar ayam tidak menularkan flu burung ke hewan lain dan manusia yang memeliharanya.

Caranya, peneliti memasukkan gen yang mampu memblokir flu burung agar tidak mereplikasi diri. Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung, akan tetapi sel mereka tidak memproduksi kopi virus flu. Sehingga, ayam yang ada di dekatnya tidak terserang.

Penemuan tersebut, yang dilaporkan dalam jurnal Science, disebutkan berhasil mengatasi masalah terbesar baik bagi para peternak unggas ataupun petugas kesehatan masyarakat yang khawatir bahwa ayam bisa menjadi sumber virus flu yang bisa menularkan pada manusia.

“Modifikasi genetik yang kami temukan ini merupakan langkah pertama yang signifikan untuk mengembangkan ayam yang sepenuhnya kebal terhadap flu burung,” kata Laurence Tiley, profesor dari Department of Veterinary Medicine University of Cambridge, seperti dikutip dari Medindia, 21 Januari 2011.

Selain itu, kata Tiley, penemuan ini juga akan membantu meningkatkan kesehatan unggas rumah tangga dan mencegah penyebaran epidemi flu burung di antara populasi manusia.

Meski menarik, masalah belum terpecahkan sepenuhnya. “Uji coba selama bertahun-tahun masih diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada bahaya tersembunyi dari modifikasi genetik seperti ini,” kata Tiley. “Selain itu, masih banyak tugas kehumasan untuk membujuk lembaga pemerintah dan konsumen agar menerima ayam yang telah dimodifikasi secara genetik ini,” ucapnya.

Saat ini, kata Tiley, ayam-ayam yang sudah mereka modifikasi ini hanyalah ditujukan untuk penelitian, bukan untuk dimakan oleh manusia.
• VIVAnew
Sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/200616-peneliti-bikin-ayam-tak-sebarkan-flu-burung